Dengan langkah gontai dan lemas, Mulayadi keluar dari sebuah bank yang terletak di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat, Jumat sore di bulan September 2006. Ia tak sanggup berbuat apa-apa lagi. Pihak bank memintanya untuk kooperatif, sebab Senin atau Selasa, kantor pelelangan akan menyita seluruh asetnya.
Selain bekerja disuatu perusahaan, suami dari Nurasiah Jamil ini membuka perjuangan sendiri. Posisi terakhir yand dijabatnya yakni Direktur Utama PT.Zebra Nusantara Tbk, perusahaan transportasi terbesar di kota Surabaya. “dari kesulitan-kesulitan makro berimbas kepada kesulitan termasuk perusahaan yang saya kelola. Akumulasi kesulitan itu berakibat terhadap terancamnya aset-aset yang saya miliki,” ujarnya. Nilai aset itu hampir 2 miliar, dan akumulasi utang hampir Rp. 3 miliar.
Dan, untuk kali pertama dalam hidupnya, laki-laki kelahiran Bogor 2 November 1970 yang pernah menjabat Direktur Utama PT.Steady Safe Tbk ini memakai kendaraan umum untuk mengantarkannya ke daerah tujuan. Jujur saja, selama ini Mulyadi kemanapun selalu memakai sopir. “Akhirnya saya naik Busway sebab itu kendaraan yang saya lihat berlalu lalang. Pertama kali saya naik bis ya itu dari depan hotel Mandarin menuju Al Azhar. Saya sholat Maghrib di situ saya lihat dan mendengar publikasi dari pengurus masjid ihwal adanya tausiyah.”
Ia pun beriktikaf di Masjid Agung Al Azhar sampai waktu Isya tiba. Setelah Shalat Isya berjamaah Mulayadi mengikuti pengajian yang malam itu menampilkan da’i muda Ustadz Yusuf Mansur sebagai penceramah. “Saya terkejut, ketika dalam tausiyah mengatakan,”Mungkin diantara jamaah yang hadir di sini yakni orang yang tidak sama sekali berniat untuk tiba ke Al Azhar bahkan mendengarkan tausiyah dari saya. Tapi, jamaah tersebut ketika ini sedang dilanda kesulitan yang luar biasa”, ungkap Mulyadi menirukan.
Intinya, sang Ustadz menyampaikan bagaimana cara mengatasi kesulitan dan mengharapkan pemberian Allah. Caranya yakni dengan bersedekah. dan lebih utama yakni benda yang paling dicintainya. Tanpa pikir panjang, Mulyadi pun mengikhlaskan jam tangan merek Bulgari yang melingkar di tangannya seharga 3.000 dolar AS untuk disedekahkan. “Waktu itu, yang paling berharga hanya jam tangan sebab di dompet hanya ada uang Rp. 110 ribu. ATM saldonya sudah sangat minimum, Kartu kredit sudah over limit. Waktu itu saya pikir jika saya sedekahkan Rp. 100 ribu uang saya tinggal Rp. 10 ribu.” Sejenak ada rasa berat. Jam tangan itu memang tipe jam yang diidam-idamkannya dari dulu. Namun ia segera menepisnya. Saat dilelang. Jam itu dibeli seorang jamaah seharga Rp.200 ribu. Ia merasa enteng sepulang dari masjid. Ia mengaku berada di puncak kepasrahan tertinggi selama hidupnya. Ia siap untuk mendapatkan keputusan apapun, termasuk hilangnya semua aset yang dimilikinya.
Tak usang kemudian, teleponnya berdering. jauh sebelum krisis mendera dirinya, ia pernah mengajukan sebuah ajuan proyek kepada sebuah lembaga. Suara telpon diseberang sana menanyakan proposalnya dulu, apakah berniat untuk meneruskan atau tidak. “Allah menggerakan hatinya untuk mengakomodasi ajuan saya,” kisahnya penuh suka cita.
Senin, hanya berselang dua hari sesudah mensedekahkan jam Bulgarinya, Mulyadi diminta tiba ke kantor rekannya bersamaan dengan rencana sanksi lelang. Mereka setuju bekerja sama.
Tak sempat seminggu, ia sudah meneken surat perjanjian kerja sama. Uang muka honorarium segera dikirim ke rekening. begiru kata mereka. Di hari batas terakhir ia harus melunasi hutangnya, ia pergi ke bank. “Subhanallah, sudah ada jumlah uang yang sangat-sangat cukup untuk menuntaskan semua kwajiban saya,” ia berkisah dengan mata berbinar.
Ia tak akan pernah melupakan dongeng itu.”Inilah pengalaman batin yang paling berkesan sepanjang hidup saya. Apa yang kita sangka, tak selalu ibarat itu yang Allah kehendaki.”
Ia pun teringat, boleh jadi, keajaiban itu tiba sebab sebelumnya ia berikhtiar, berdoa tanpa putus, ibadah puasa Senin-Kamis, Sholat Dhuha setiap hari, iktikap di masjid, dan selalu mendoakan orang tua. Mulyadi bersyukur Allah memberinya kesulitan hidup, sebab itu yakni momentum untuk melihat keperkasaan Allah SWT. Allah mengintervensi kehidupan insan selama insan berada di jalan Allah dan menikhtiarkan sesuatu yang benar-benar mengharap ridha Allah total tidak berkehendak atau tidak tergantung selain Allah.”Jika kita bersedekah, ternyata itu yang mengundang intervensi Allah lebih cepat lagi,” tandas Mulyadi berfilosofi.
Kisah dari :
Drs H Mulyadi MMA
Tanggal Lahir : Bogor 2 November 1970
Istri : Nurasiah Jamil
Anak-anak :
Nurfajrina Sabila Putri Mulyadi
Muhammad Sultan Ramadhan Putra Mulyadi
Nursabrina Saskia Putri Mulyadi
Pendidikan :
Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unpar Bandung 1995
Pascasarjana Program Magister Management Agribisnis IPB 2004
Pekerjaan :
Direktur PT Infiniti Finance 1999-2003
Komisaris PT Steady Safe Tbk 1999-2003
Direktur Utama PT Steady Safe Tbk 2000-2001
Direktur Utama PT Zebra Nusantara Tbk 2003-Juni 2006
Ketua Bidang Transfortasi dan Telekomunikasi DPP HIPPI 2004-sekarang
Post a Comment
Post a Comment