Report Abuse

Stats

Comment

Sedekah Ngutang

Post a Comment
Sedekah Ngutang

Sebuah mushalla rencananya hendak dibangun di sebuah perumahan di daerah Cibinong, Bogor. Malam itu awal bulan Sya'ban beberapa tahun yang kemudian para penghuni perumahan bertekad ingin menjalani shalat Tarawih bersama di mushalla yang akan mereka bikin. Semua warga dikomandani pak RT tengah bermusyawarah. Satu kata bulat, "Kita harus punya mushalla ketika bulan mulia tahun ini menjelang!"
Itulah impian mulia mereka semua. Dan masing-masing mereka berinfaq dan berwakaf di jalan Allah dengan harta terbaik yang mereka miliki.

Terdengar bunyi pak RT menanyakan satu per satu warga yang hadir, "Pak anu mau nyumbang berapa..., bapak fulan mau sedekah berapa....?" Lalu setiap warga yang hadir dengan antusias menjawab dengan harta yang hendak mereka sumbangkan.

Ada yang bersedekah dalam ratusan ribu rupiah, juga ada yang bersedekah dalam jutaan rupiah. Sebagian mereka ada juga yang memperlihatkan dalam bentuk material bangunan.

Semua mereka seolah berlomba memperlihatkan harta terbaik yang mereka miliki untuk membangun rumah Allah Swt.

Semua terlihat begitu antusias untuk membangun mushalla di lingkungan mereka dalam tempo kurang dari sebulan.

Malam itu juga ada seseorang yang berjulukan Arif yang berkomitmen untuk menyumbang seluruh lantai keramik yang diharapkan mushalla. Itulah yang ia janjikan kepada pak RT dan seluruh akseptor rapat. Sengaja ia menyumbang lantai keramik, lantaran ia beranggapan bahwa setiap orang akan menggunakannya untuk berdiri dan sujud oleh lantaran itu akan mendapat pahala yang lebih banyak dari material bangunan lainnya. Setidaknya itulah anggapannya!

"Saya insya Allah mau menyumbang semua lantai keramik yang diharapkan mushalla ini!" seru Arif. "Apakah semua lantai keramik atau sebagiannya saja, pak Arif?" tanya ketua RT menegaskan. "Semuanya insya Allah, pak!" tandas Arif.

Arif tidak khawatir untuk menutupi pemberian seluruh lantai keramik mushalla. Di benaknya esok pagi ia akan meminta orang tuanya, neneknya, sepupu, paman, bibi dan seluruh saudaranya untuk turut menyumbang. "Insya Allah bila dijinjing ramai-ramai, tidak akan ada beban yang berat!" gumamnya.

Benar juga... begitu Arif menghubungi seluruh kerabatnya, mereka semua bersedia turut menyumbang pembelian lantai keramik mushalla. Hati Arif pun tenang. Ia senang telah sanggup menyumbang dan lebih senangnya lagi ia sanggup mengajak keluarganya untuk melaksanakan kebaikan di jalan agama ini.

***

Bulan Ramadhan 7 hari lagi akan menjelang. Bangunan mushalla atas izin Allah sudah rampung kurang lebih 65%. Namun untuk sanggup digunakan shalat, setidaknya harus sudah berlantai hingga orang-orang akan merasa nyaman ketika berdiri dan sujud. Maka malam itu ialah rapat kesekian kalinya digelar ketua RT bersama panitia pembangunan mushalla. Dalam rapat itu, Arif ditanya wacana kapan lantai sanggup dikirimkan ke mushalla. Dengan damai ia berujar, "Paling lambat lusa, saya akan kirim lantai tersebut!"

Namun apa yang terjadi ketika ia menghubungi satu per satu keluarga yang sudah berjanji untuk menyumbang. Sungguh aneh, semua keluarga yang berjanji tampaknya amat kompak dalam satu alasan. Mereka semua BOKEK, alias lagi gak punya uang!

"Celaka...!" keluh Arif. Padahal ia sendiri pun sedang tidak punya duit. Bagaimana ia sanggup memberi jawaban atas hal ini kepada warga lingkungannya. Padahal Ramadhan akan tiba sebentar lagi. Tidak ada uang yang sanggup ia gunakan untuk membeli keramik, namun ada beberapa kartu kredit di dompetnya yang sanggup ia gunakan. Saat hendak menggunakannya terbersit di benaknya wajah menyeramkan sang istri berkata mengancam, "Awas ya kalau kau berani pakai kartu kredit lagi. Aku akan minta cerai!!!'

Ya, Arif meski bekerja di sebuah bank swasta namun ia ialah orang yang susah menjaga syahwat dalam penggunaan kartu kredit. Sering kali rumahnya disatroni debt-collector tak bermoral yang bicara kasar bahkan mengancam di rumahnya. Istri dan bawah umur Arif sudah tidak berpengaruh dengan teror para debt-collector. Karena itu ia pernah diancam oleh sang istri dengan ultimatum tuntutan cerai.

Kini Arif berada di dua ujung tanduk. Antara membeli keramik mushalla dengan kartu kredit & bahaya cerai dari sang istri. Setelah menimbang sebaik mungkin, ia bulatkan tekad untuk membeli lantai keramik. "Urusan problem kartu kredit, itu urusan nanti!" gumamnya. Lalu ia pun pergi ke daerah Percetakan Negara, Jakarta untuk menentukan lantai keramik yang cocok. Usai ia menentukan lantai keramik, ia pun menggesek kartu kreditnya dengan total tagihan Rp. 2,8 juta. Tak lupa ia mengucap bismillah. Maka Arif sekarang bersedekah lantai keramik di jalan Allah meski dengan cara berutang lewat kartu kredit.

***

Jelang Ramadhan pun ada kegiatan keluarga yang sudah dirancang oleh Arif. Ia ingin tahun ini sanggup pulang kampung ke kampung halaman dengan berkendara mobil. Hari itu ia memberanikan diri tiba ke manager SDM tempatnya bekerja sambil berkata dengan penuh semangat, "Pak boleh gak saya mengajukan permohonan kredit mobil?!" Sayangnya, Arif mengajukan permohonan itu pada momen yang tidak tepat. Awal Ramadhan itu di perusahaannya sedang ada rasionalisasi pegawai besar-besaran. Sebuah langkah yang amat pahit dialami oleh tim SDM, lantaran dari atas mereka mendapat tekanan. Sedangkan dari para pegawai di bawah mereka mendapat kecaman. Dalam kondisi tim SDM sedang pusing, Arif malah mengajukan kredit mobil. Dengan sengit manajer SDM itu berkata, "Tidak ada kemudahan menyerupai itu ketika ini. Anda tidak paham ya bahwa kami sedang amat sibuk?!"

Mendapat tanggapan menyerupai itu, maka Arif pun beringsut.

Namun mungkin ini ialah tanggapan Allah Swt sehabis sedekah lantai keramik itu sudah digunakan oleh warga perumahan untuk lebih dari seminggu.

Siang itu usai shalat Zhuhur dan mendengarkan kuliah agama di mushalla kantor, Arif kembali masuk ke ruang kerja. Pesawat telpon di mejanya berdering. Ternyata di sana ialah bunyi manager SDM yang memintanya tiba segera.

Arif pun datang. Sesampainya di ruangan manager SDM ia disuruh menunggu di ruangan meeting. Sampai ketika itu Arif belum tahu ada pasal apa manager SDM memanggilnya. Arif berprasangka buruk, "Mungkinkah saya termasuk karyawan yang akan dirumahkan?" lamunnya.

Lama ia menunggu hingga karenanya sang manajer SDM tiba ke ruang meeting. Di tangannya ada sebuah folder berisikan banyak berkas. Folder itu dibanting di atas meja, dan Arif terkejut mendengar folder itu dibanting.

Sang manajer SDM itu sekarang sudah duduk berseberangan dari Arif. Ia membuka berkas yang ada di dalam folder kemudian ia dapatkan secarik kertas yang bentuknya menyerupai kertas cheque.

Dengan cara yang tidak sopan, selembar kertas kecil itu dilemparkan ke arah Arif dan ia pun menangkapnya. "Surat apa ini, Pak?!" tanya Arif. Dibenaknya ia masih menerka bahwa ia bakal di-PHK dan ini ialah surat pemberitahuannya.

"Baca saja dan jangan banyak tanya!" hardik manajer SDM.

Arif membaca selembar kertas itu yang ternyata ialah sebuah voucher pembelian sebuah mobil. Di dalamnya terdapat nama lengkap Arif, nomor induk kepegawaiannya dan sebuah nominal sebesar Rp 60 juta. Voucher pembelian kendaraan beroda empat itu ditandatangani oleh Direktur Operasional.

Usai membaca barulah Arif mengerti bahwa kertas itu ada sebuah persetujuan administrator operasional atas kemudahan kredit kendaraan beroda empat untuk dirinya. Namun hal yang tidak ia mengerti ialah mengapa perilaku manajer SDM menjadi bergairah menyerupai ini?

"Saya paling tidak suka bila pak Arif main belakang menyerupai ini...!!! Saya khan sudah bilang kepada bapak bahwa perusahaan tidak menyediakan kemudahan kendaraan beroda empat untuk karyawan dalam masa-masa menyerupai ini, kemudian kenapa bapak bicara eksklusif kepada administrator operasional...? Itu sama saja mencoreng reputasi saya!!!"

Arif hanya melongo mendengar celotehan sang manajer. Rasanya ia belum pernah menceritakan hal ini kepada siapapun selain kepada manajer SDM, apalagi hingga menghadap direktur. Namun ia bangga dalam hati lantaran ia membayangkan bahwa lebaran ini ia sanggup pulang kampung ke kampung bersama keluarga dengan kendaraan beroda empat baru. Terserah manajer SDM apakah ia mau murka atau tidak yang penting Arif sudah mendapat voucher pembelian kendaraan beroda empat di tangannya.

***

Sore itu Arif pulang menuju rumahnya di Cibinong dengan hati penuh kegembiraan. Sesampainya di rumah kira-kira pukul setengah enam sore. Ia bernyanyi riang dan terus bernyanyi. Ia tidak masuk ke kamar untuk berganti pakaian namun bahkan ia duduk-duduk di ruang tamu. Ada gelagat yang tidak biasa tampaknya pada diri Arif, hingga istrinya pun menanyakan ada apa gerangan.

Arif masih terus bernyanyi bangga sambil mengeluarkan dari tas kerja secarik kertas voucher pembelian kendaraan beroda empat itu kemudian ia letakkan di atas meja.

"Apa itu, Pa?" tanya sang istri. "Baca saja sendiri!" tukas Arif sambil terus bernyanyi. Istrinya pun membaca voucher itu. Namun tidak menyerupai dugaan Arif, sang istri tidak terlihat bangga membacanya. Bahkan sang istri pergi ke arah lemari dan mengambil secarik kertas.

Bila tadi Arif meletakkan secarik kertas di atas meja. Kini sang istri pun melatakkan secarik kertas pula di atas meja. "Apa itu, Ma?!" Arif balik bertanya. Sang istri menukas dengan ketus, "Baca saja sendiri!!!"

Ternyata itu ialah surat tagihan penggunaan kartu kredit. "Celaka!" gumam Arif. Akhirnya ia tertangkap lembap oleh sang istri telah memakai kartu kredit untuk pembelian lantai mushalla. Ia amat takut sekali bila sang istri menuntut cerai.

"Ayo cepat buka...!" sang istri berkata dengan bunyi meninggi. Arif hanya membisu tak berkutik, sungguh ia amat merasa takut. Tidak sedikit pun gurat kebahagiaan tersisa di wajahnya.

Dengan perlahan ia buka amplop tagihan kartu kredit itu dan kemudian ia baca seluruh isi surat. Namun anehnya, ia tidak mendapati tagihan senilai Rp2,8 juta atas pembelian lantai keramik!!!

Seolah tidak percaya, ia ulangi membaca dan tetap saja ia tidak mendapat nilai tagihan atas lantai keramik!!!

"Subhanallah...., kok sanggup gak ada ya?" Arif berteriak keheranan. Ia pun menelpon pihak bank dan lagi-lagi anehnya bank tidak membaca pada data mereka bahwa Arif melaksanakan transaksi sebesar Rp 2,8 juta.

Related Posts

Post a Comment