![]() |
Sedekah Motor Naik Haji |
ia berniat sekali naik haji. Ia menggunakan teori siapa yang memberi satu dibalas Allah sepuluh kali lipat. Ada uang Rp 2 juta yang disiapkan di atas meja. ”Kyai ini sedekah saya, mudah-mudahan aku bisa naik haji,” kata si guru agama.
Kyai tahu guru agama yang gajinya tidak seberapa, kemudian mengem¬balikan uang itu. ”Tidak usah Ustad, pergi haji kan bagi yang mampu.” Apa kata Ustad? ”Jangan Kyai. Kalau pergi haji menunggu mampu, kapan pergi hajinya?” Ini menarik alasannya ialah yang sudah bisa pun belum tentu berniat haji.
Demi mendengar itu, Kyai mendoakan semoga Allah akan menepati janjinya, siapa yang memberi satu akan dibalas sepuluh kali lipat. Saat itu biaya haji sekitar Rp 17,5 juta. Tidak lama, sang guru membawa uang lagi. Kalau kemarin Rp 2 juta, kini bawa Rp 4 juta dan diberikan lagi kepada Kyai tersebut untuk kepentingan umat. Kali ini tergelitik Si Kyai untuk bertanya, ”Dari mana uang dua juta rupiah yang dulu dan empat juta rupiah yang sekarang?”. Berceritalah guru agama bahwa beliau menjual motor satu-satunya biar beliau bisa bersedekah.
Masya Allah, motor dijual seharga Rp 6 juta dan Rp 6 juta itu di-hadiahkan semua kepada Allah lewat Kyai tersebut. Guru agama berharap Allah bermurah hati tidak sekadar memberangkatkan haji dia, tapi juga memberangkatkan ibu dan istrinya.
Tiga ahad kemudian, Allah kasih guru kepalanya sakit, sehingga tidak bisa mengajar. Setelah ijin tidak mengajar, sakit kepalanya sembuh. Ketika sembuh, ia ingin diajak orang bicara. Keluarlah ia dari rumah menuju ke depan gang. Ia bertemu dengan pemilik warung dan berharap menjadi sahabat ngobrol. Alih-alih bicara dengan temannya yang punya warung, ia malah disuruh jaga warung. Kalau bukan alasannya ialah kehendak Allah, bukan begini kejadiannya. Ada belakang layar apa di balik semua kejadian yang bekerjsama Allah mengatur.
Jadi ketika si guru agama dibentuk sakit, Allah ingin menyampaikan kepada dia, jangan ke mana-mana alasannya ialah akan ada rezeki yang datang. Allah bikin beliau keluar alasannya ialah rezeki bukan tiba dari rumah dia, melainkan tiba di warung tersebut. Allah Maha Tahu jikalau si pemilik warung tidak dibentuk pergi, maka rezeki yang tiba itu milik si pemilik warung. Karena melihat si guru agama bisa dipercaya jaga warungnya, ia pergi sebentar.
Pada dikala si guru sakit, itulah the golden moment-nya hadir. Ada seorang pengendara kendaraan beroda empat berhenti, turun, kemudian bertanya. ”Pak, tanah yang di depan warung ini milik siapa, Bapak tahu?” Si guru agama pun memberi tahu pak haji pemilik tanah itu dan alamat rumahnya. Orang itu berterima kasih. Ternyata, itulah sumber uang si guru agama untuk berangkat haji.
Beberapa hari sesudah itu, si pengendara kendaraan beroda empat tiba lagi. Ia melihat yang jaga warung bukan yang kemarin. Lalu, ia bertanya penjaga warung yang kemarin. Rupanya si pemilik warung sudah lupa alasannya ialah silih berganti yang menjaga. Namun, ia ingat dan menawarkan rumah si guru yang pernah menjaga warungnya.
Ketika hingga di rumah guru, si pengendara kendaraan beroda empat tanpa basa-basi mengucapkan terima kasih dan mengatakan. ”Terima kasih tanah itu sudah aku beli dan sesuai dengan harga saya. Saya sudah kesepakatan kepada Tuhan, jikalau tanah itu terbeli dengan harga saya, maka orang yang aku tanya akan aku jadikan calonya. Pak, ini mohon diterima dari saya.” Cek tunai, tipis, tapi nilainya Rp 67 juta. Enam juta kali 10 lipat dan motor kembali seharga Rp 7 juta!
Post a Comment
Post a Comment