Report Abuse

Stats

Comment

Rahasia Sedekah : Kiriman Amplop Datang

Post a Comment
RAHASIA SEDEKAH : Kiriman Amplop Datang

Di TENGAH teriknya matahari siang, seorang laki-laki terus saja melangkahkan kakinya, setapak demi setapak, menelusuri jalan perkampungan. Di atas bahu kanannya, bergelayutan barang-barang jualannya, yang berupa mainan anak-anak, yang terdiri dari aneka macam jenis, mulai dari mobil-mobilan hingga pistol-pistolan. Dari boneka, hingga jepit rambut.

Dia lalui gang demi gang, tanpa mempedulikan pengatnya sinar sang surya, yang memang bertepatan ketika itu, seperti tengah memperlihatkan kemahadahsyiatan sinarnya. Setetes demi setetes, keringat bercucuran dari sekujur tubuhnya. Sesekali, ia mengusap dahi dan wajahnya yang berlumuran peluh, dengan handuk kecil yang tidak lepas dari pundaknya.

”Sayang anak........sayang anak..... yang sayang anak.... ini ada aneka macam macam mainan.” teriaknya menjajakan mainan, barang kali ada yang minat untuk membeli untuk si-buah hati.

Merasa letih, kemudian beliau menentukan untuk singgah di sebuah masjid, sekedar untuk mengendurkan urat-urat yang memang –mungkin- terasa tegang, alasannya yakni jauhnya jarak yang telah ditempuh.

Dia letakkan barang dagangannya di halaman masjid, sedangkan beliau sendiri beranjak ke beranda bab belakang. Sambil mengamati dagangannya, ia sandarkan punggungnya di salah satu tiang, kemudian membujurkan kedua kakinya.

Tangan kirinya, ia jadikan penyanggah badannya. Sedangkan kanan kananya, asyik mengibas-ngibaskan handuk kecilnya, di antara kepala dan dadanya. Nampak terang dari ekspresinya itu, rasa letih dan haus tengah melilit dirinya.

Tak usang kemudian, beliau berujar padaku, yang memang dari tadi mengamati dirinya.

”Mas bisa minta air. Saya haus sekali,” ungkapnya lirih.

”Saya cek dulu yah di kamar takmir (pengelola masjid),” timpalku kemudian.

Sayangnya, ketika ditengok rungan yang luasnya tidak lebih dari 2x3 M² itu, tak ada setetespun air. Mau beli, bertepatan saya tidak bawa uang sama sekali. Tak ingin mengecewakannya, saya pun bergegas menuju kantin yang memang tidak jauh dari masjid, untuk mengutang sebotol teh dingin. Karena sudah saling kenal, pihak kantinpun tidak menyoalkan permohonanku.

Ketika disodorkan minuman tersebut, awalnya beliau menolak. Dia merasa tidak enak, dikarenakan telah merepoti. Namun, alasannya yakni terus kupaksa untuk meminumnya, beliau pun akibatnya luluh, dan meminumnya.

Ketika cairan cuek itu telah melewati tenggorokkannya, tersirat dari rona wajahnya rasa kepuasaan. Senyumnya merekah indah, kolam bunga mawar yang tengah mekar, ”Terima kasih ya, mas. Maaf sudah ngerepotin...” ujarnya.

Setelah beberapa usang mengobrol, si penjual mainan itu pun akibatnya berpamitan, minta undur diri, untuk melanjutkan perjalanannya. Akupun melepaskan kepergiannya dengan senyum dan hati berbunga-bunga, alasannya yakni sedikit telah bisa membantu orang yang memang dalam kesusahan.


Berlipat Ganda

Entahlah, saya tidak kenal sama sekali laki-laki itu. Ia bukan saudara, teman, tetangga. Namun ada satu hal yang sangat mendasariku untuk menolong laki-laki tersebut, sekalipun harus dengan jalur berhutang. Saya teringat firman Allah yang menjelaskan, bahwa barang siapa yang menginfakkan hartanya, maka beliau akan menuai tanggapan sepuluh, hingga tujuh ratus kali lipat.

Keterangan ini pula lah, yang kuutarakan pada laki-laki yang sebelumnya tidak pernah kukenal itu, ketika bertanya, kenapa saya dengan mudahnya menolong dia, tanpa rasa curiga sedikitpun, padahal sebelumnya kami tidak saling kenal.

Hari-hari perkenalanku dengan laki-laki tak dikenal sudah lewat. Suatu hari, saya berkunung ke kantor seorang teman. Tanpa diduga, beliau menyodoriku sebuah amplop, yang katanya sebagai tanpa ucap terima kasih atasannya, alasannya yakni sudah berulang kali membantu urusannya. Saya bingung, urusan apa yang pernah saya tolong padanya?

Sesampainya di kediaman, kubuka amplop itu, dan di dalamnya terdapat uang sangat banyak dan sangat berarti bagiku. Puji syukur, kupanjatkan ke pada Allah.

Tambah galau lagi, selang beberapa menit sesudah itu, tiba salah satu temanku, memperlihatkan satu amplop lain, yang katanya dari sahabatku yang lain. Agar tidak lama-lama diselimuti rasa ingin tau prihal isi amplop, pribadi saja saya membukanya. Dan, Subhanallah, ternyata di dalamnya juga terdapat uang, yang ini nominalnya lebih kecil.

Jadi, bila dikalkulasi, jumlah uang tersebut sangat luar biasa bagi orang mirip saya. Dari sini, saya jadi tambah yakin, bahwa memang sedekah tidak akan pernah menyebabkan kita miskin. Yang ada, justru ia akan menambah pundi-pundi harta kita. Kalau tidak di dunia, ya di darul abadi nanti. Dengan catatan, tentu kita harus ikhlas.

Dalam kasus ini, saya jadi teringat firman Allah dalam surat Ibrohim ayat tujuh, yang berbunyi, ”.....Dan apabila kalian bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku, maka akan kutambah nikmat-nikmat-Ku pada kalian. Tapi, bila kalian mengkufurinya, sesungguhnya, azab-Ku amatlah pedih.” (Ibrohim 7).

Semoga kita termasuk orang-orang yang ringan tangan dalam menginfakkan/mensedekahkan harta-harta kita di jalan Allah. Karena gotong royong berinfaq itu tidak menciptakan kita miskin. Bahkan sebaliknya, mirip mengumpulkan tabungan, yang kelak akan diganti oleh Allah baik di dunia maupun di akherat. Tentu saja infaq yang disertai keikhlasan tanpa berharap imbalan.
Semoga menjadi pelajaran bagi kita. Amin....amin...yaa rabbal ’aalamin.

( Oleh : Robinsah )

Related Posts

Post a Comment