Sejarah Munculnya Istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’Ah - Fezarzone

Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada semenjak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah yaitu generasi Shahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in. 

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhu [1] berkata saat menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

" Artinya : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): ‘Kenapa kau kafir sehabis kau beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu." [Ali Imran: 106]

“Adapun orang yang putih wajahnya mereka yakni Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka yakni ahlu bid’ah dan sesat.” [2]

Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf rahimahullah di antaranya:

[1]. Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata, “Apabila saya dikabarkan wacana meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seperti hilang salah satu anggota tubuhku.”

[2]. Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah (wafat th. 161 H) berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, lantaran mereka yakni al-ghuraba’(orang yang terasing). Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.” [3]

[3]. Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah [4] (wafat th. 187 H) berkata: “...Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”

[4]. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah (hidup th. 157-224 H) berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan [5] : “...Maka bahwasanya apabila engkau bertanya kepadaku wacana iman, perselisihan umat wacana kesempurnaan iman, ber-tambah dan berkurangnya keyakinan dan engkau menyebutkan seperti engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui wacana keyakinan berdasarkan Ahlus Sunnah dari yang demikian...”

[5]. Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah [6] (hidup th. 164-241 H), ia berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzhab Ahlul ‘Ilmi, Ash-habul Atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul j dan para Shahabatnya, dari semenjak zaman para Shahabat Radhiyallahu Ajmai'in sampai pada masa kini ini...”

[6]. Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata: “...Adapun yang benar dari perkataan wacana keyakinan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah pada hari kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah beropini bahwa mahir Surga akan melihat Allah sesuai dengan gosip yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.” [7]

[7]. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy Rahimahullah (hidup th. 239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur (‘Aqidah Thahawiyah): “...Ini yakni klarifikasi wacana ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal umat ini) dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak untuk melawan Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis klarifikasi wacana ‘aqidah Ahlus Sunnah semoga ummat faham wacana ‘aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlu Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahary, Imam ath-Thahawy serta yang lainnya.

Dan ini juga sebagai bantahan kepada orang yang beropini bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali digunakan oleh golongan Asy’ariyah, padahal Asy’ariyah timbul pada kala ke-3 dan ke-4 Hijriyyah.[8]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]

_________
Foote Note

[1]. Beliau yakni seorang Shahabat yang mulia dan termasuk orang pilihan Radhiyallahu anhuma. Nama lengkapnya yakni ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib al-Hasyimi al-Qurasyi, anak paman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, penafsir al-Qur-an dan pemuka kaum muslimin di bidang tafsir. Dia diberi gelar ‘pena’ dan juga ‘laut’, lantaran luas keilmuannya dalam bidang tafsir, bahasa dan syair Arab. Beliau dipanggil oleh para Khulafa’ ar-Rasyidin untuk dimintai nasehat dan pertimbangan dalam aneka macam perkara. Beliau Radhiyallahu 'anhuma pernah menjadi wali pada zaman ‘Utsman Radhiyallahu 'anhu tahun 35 H, ikut memerangi kaum Khawarij bersama ‘Ali, cerdas dan besar lengan berkuasa hujjahnya. Menjadi ‘Amir di Bashrah, lalu tinggal di Thaif sampai meninggal dunia tahun 68 H. Beliau lahir tiga tahun sebelum hijrah. Lihat al-Ishaabah (II/330 no. 4781).

[2]. Lihat Tafsiir Ibni Katsiir (I/419, cet. Daarus Salaam), Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/79 no. 74).

[3]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/71 no. 49 dan 50).

[4]. Beliau Fudhail bin ‘Iyadh bin Mas’ud at-Tamimy t, yakni seorang yang populer zuhud, berasal dari Khuraasaan dan bermukim di Makkah, tsiqah, wara’, ‘alim, diambil riwayatnya oleh al-Bukhari dan Muslim. Lihat Taqriibut Tahdziib (II/15 no. 5448), Tahdziibut Tahdziib (VII/264 no. 540).

[5]. Tahqiq dan takhrij Syaikh al-Albany Rahimahullah

[6]. Beliau Rahimahullah yakni seorang Imam yang luar biasa dalam kecerdasan, kemuliaan, keimaman, kewara’an, kezuhudan, hafalan, alim dan faqih. Nama lengkapnya Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad asy-Syaibani, lahir pada tahun 164 H. Seorang Muhaddits utama Ahlus Sunnah. Pada masa al-Ma’mun ia dipaksa menyampaikan bahwa al-Qur-an yakni makhluk, sehinga ia dipukul dan dipenjara, namun ia menolak mengatakannya. Beliau tetap menyampaikan al-Qur-an yakni Kalamullah, bukan makhluk. Beliau meninggal di Baghdad. Beliau menulis beberapa kitab dan yang paling populer yakni al-Musnad fil Hadiits (Musnad Imam Ahmad). Lihat Siyar A’lamin Nubalaa’ (XI/177 no. 78).

[7]. Lihat kitab Shariihus Sunnah oleh Imam ath-Thabary Rahimahullah'

[8]. Lihat kitab Wasathiyyah Ahlis Sunnah bainal Firaq karya Dr. Muhammad Baa Karim Muhammad Baa ‘Abdullah (hal. 41-44)