Report Abuse

Stats

Comment

Shalat Sendirian Dibelakang Shaf

Post a Comment
Pada kesempatan ini, kami coba menghadirkan artikel wacana shalat berjamaah. Ada beberapa pendapat wacana shalat sendirian di belakang shaf imam :

[1] Shalatnya sah tetapi menyalahi sunnah, baik shaf yang ada di depannya penuh atau tidak. Inilah yang populer dari ketiga imam madzhab ; Malik, Abu Hanifah, dan Al-Syafi'i, dari riwayat Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka menafsirkan hadits kepada ketidaksempurnaan, bukan ketidaksahan : "Artinya : Tidak tepat shalatnya orang sendirian di belakang shaf".

[2] Shalatnya batal, baik shaf yang di depannya penuh atau tidak. Dasar hukumnya yakni hadits : "Artinya : Tidak sah shalat bagi yang sendirian di belakang imam". Juga hadits yang pertanda bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melihat seorang lelaki shalat sendirian di belakang shaf, kemudian ia disuruh semoga mengulanginya kembali.

[3] Pendapat moderat ; jikalau barisan shalat penuh, maka shalat munfarid di belakang imam boleh dan sah. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Yakni jikalau saudara masuk mesjid dan ternyata barisan shalat telah penuh kanan kirinya, maka tidak ada halangan saudara shalat sendirian berdasarkan firman Allah berikut. "Artinya : Maka bertakwalah kepada Allah berdasarkan kesanggupan" [At-Taghaabun : 16]

Jika bukan dalam keadaan ibarat itu, maka saudara sanggup menempuh cara berikut ; menarik seorang makmum dari shaf untuk shalat bersama saudara ; maju ke depan untuk shalat bersama imam ; sendirian tidak berjama'ah ; atau shalat berjama'ah namun sendirian di belakang shaf lantaran mustahil masuk ke shaf yang di depan. Inilah empat cara yang sanggup dilakukan.

Cara kesatu, yaitu menarik seseorang ke belakang untuk shalat bersama saudara. Cara ini sanggup menjadikan langkah tiga atau terputus dari shaf bahkan sanggup memindahkan seseorang dari daerah yang utama ke daerah sebaliknya, mengacaukan dan sanggup menggerakkan seluruh shaf lantaran di sana ada daerah yang kosong yang kemudian diisi oleh masing-masing dengan cara merapatkan hingga timbul gerakan-gerakan yang tanpa alasannya yakni syara'.
Cara kedua, maju ke depan untuk shalat bersama imam. Cara ini menim
bulkan beberapa kekhawatiran. Jika saudara maju dan bangun sejajar dengan imam maka cara ini menyalahi sunnah, alasannya yakni imam harus sendirian di tempatnya semoga diikuti oleh yang dibelakang dan jangan hingga terjadi dua imam. Dalam hal ini tidak sanggup diberi alasan dengan hadits yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki mesjid dan dijumpainya Abu Bakar tengah shalat berjama'ah kemudian ia ikut shalat di sebelah kirinya dan menyempurnakan shalatnya, lantaran hal ibarat itu dalam keadaan darurat, dimana Abu Bakar dikala itu tak punya daerah di shaf belakang. Akibat lainnya, bila saudara maju ke depan imam, maka dikhawatirkan akan banyak melangkahi bahu orang, sesuai dengan banyaknya shaf. Cara ini terang akan mengganggu orang shalat yang tidak menyenangkan. Di samping itu, jikalau setiap yang tiba kemudian disuruh ke depan jajaran imam, maka daerah imam akan menjadi shaf penuh dan hal ini menyalahi sunnah.

Sedangkan cara ketiga, yaitu saudara meninggalkan berjama'ah dan shalat sendirian, berarti saudara kehilangan nilai berjama'ah dan nilai barisan shalat. Padahal diketahui bahwa shalat berjama'ah walau sendirian shafnya yakni lebih baik ketimbang sendirian tanpa berjama'ah. Hal ini telah dikuatkan oleh aneka macam atsar (keterangan shahabat) dan pandangan yang sehat. Allah sendiri tak akan membebani seseorang kecuali berdasarkan kesanggupannya. 

Maka menurutku pendapat yang terkuat yakni jikalau shaf shalat telah penuh kemudian seseorang shalat di belakang shaf dengan berjama'ah yakni lebih baik dan shalatnya sah.

[Disalin dari buku Fatawa Syaikh Muhammad Al-Shaleh Al-Utsaimin, edisi Indonesia 257 Tanya Jawab, Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Gema Risalah Press hal. 96-97 alih bahasa Prof.Drs.KH.Masdar Helmy]

Related Posts

Post a Comment