Report Abuse

Stats

Comment

Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 30 Dan Terjemahannya Perihal Perkara Perintah Dan Larangan

Post a Comment

Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 30 dan Terjemahannya Tentang Perkara Perintah dan Larangan


الحديث الثلاثون
عن أبي ثعلبة الخشني جرثوم بن ناشر – رضي الله عنه – عن رسول الله صلى الله علية وسلم قال : " إن الله تعالى فرض فرائض فلا تضيعوها،وحد حدودا فلا تعتدوها، وحرم أشياء فلا تنتهكوها ، وسكت عن أشياء رحمة لكم غير نسيان فلا تبحثوا عنها ". حديث حسن رواه الدارقطني وغيره

Terjemahan:
Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani, jurtsum bin Nasyir radhiallahu 'anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dia telah bersabda : “ Sesungguhnya Allah ta’ala telah mewajibkan beberapa perkara, maka janganlah kau meninggalkannya dan telah tetapkan beberapa batas, maka janganlah kau melampauinya dan telah mengharamkan beberapa kasus maka janganlah kau melanggarnya dan Dia telah mendiamkan beberapa kasus sebagai rahmat bagimu bukan lantaran lupa, maka janganlah kau membicarakannya”. (HR. Daraquthni, Hadits hasan)

[Daruquthni dalam Sunannya no. 4/184]
 dan Terjemahannya Tentang Perkara Perintah dan Larangan Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 30 dan Terjemahannya Tentang Perkara Perintah dan Larangan

Penjelasan:

Larangan membicarakan hal-hal yang didiamkan oleh Allah sejalan dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Biarkanlah saya dengan apa yang telah saya biarkan kepada kau sekalian, lantaran sebenarnya hancurnya umat sebelum kau disebabkan mereka banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka”.

Sebagian ulama berkata : “Bani Israil dahulu banyak bertanya, kemudian diberi balasan dan mereka diberi apa yang menjadi impian mereka, hingga hal itu menjadi fitnah bagi mereka , lantaran itulah mereka menjadi binasa. Para sobat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memahami hal tersebut dan menahan diri untuk tidak bertanya kecuali hal-hal yang sangat penting. Mereka heran menyaksikan orang-orang Arab gunung bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kemudian mereka mendengarkan jawabannya dan memperhatikannya dengan seksama.

Ada suatu kaum yang sikapnya berlebih-lebihan, hingga mereka berkata : “Tidak boleh bertanya kepada ulama mengenai suatu masalah hingga masalah tersebut benar-benar terjadi”. Ulama salaf ada juga yang beropini menyerupai itu. Mereka berkata : “Biarkanlah suatu persoalan hingga benar-benar telah terjadi”. Akan tetapi, saat para ulama merasa khawatir ilmu agama ini lenyap, maka mereka kemudian membahas masalah-masalah ushul (pokok), menguraikan masalah-masalah furu’ (cabang), memperluas dan menjelaskan aneka macam hal.

Para ulama berselisih pendapat dalam banyak kasus yang agama belum tetapkan hukumnya. Apakah kasus tersebut termasuk yang haram atau mubah atau didiamkan. Ada tiga pendapat dalam hal ini, dan semuanya itu dibicarakan dalam kitab-kitab Ushul.

Related Posts

Post a Comment