Terjemah dan Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 13 Tentang Kecintaan Kepada Milik Orang Lain
[Bukhari no. 13, Muslim no. 45]
Penjelasan:
Demikianlah di dalam Shahih Bukhari, dipakai kalimat “milik saudaranya” tanpa kata yang menunjukkan keraguan. Di dalam Shahih Muslim disebutkan “milik saudaranya atau tetangganya” dengan kata yang menunjukkan keraguan.
Para ulama berkata bahwa “tidak beriman” yang dimaksudkan ialah imannya tidak tepat alasannya ialah bila tidak dimaksudkan demikian, maka berarti seseorang tidak mempunyai doktrin sama sekali bila tidak mempunyai sifat ibarat itu. Maksud kalimat “mencintai milik saudaranya” ialah menyayangi hal-hal kebajikan atau hal yang mubah. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Nasa’i yang berbunyi :
“Sampai ia menyayangi kebaikan untuk saudaranya ibarat mencintainya untuk dirinya sendiri”.
Abu ‘Amr bin Shalah berkata : “ Perbuatan semacam ini terkadang dianggap sulit sehingga mustahil dilakukan seseorang. Padahal tidak demikian, alasannya ialah yang dimaksudkan ialah bahwa seseorang imannya tidak tepat hingga ia menyayangi kebaikan untuk saudaranya sesama muslim ibarat menyayangi kebaikan untuk dirinya sendiri. Hal tersebut sanggup dilaksanakan dengan melaksanakan sesuatu hal yang baik bagi diriya, contohnya tidak berdesak-desakkan di kawasan ramai atau tidak mau mengurangi kenikmatan yang menjadi milik orang lain. Hal-hal semacam itu sebetulnya praktis dilakukan oleh orang yang berhati baik, tetapi sulit dilakukan orang yang berhati jahat”. Semoga Allah memaafkan kami dan saudara kami semua.
Abu Zinad berkata : “Secara tersurat Hadits ini menyatakan hak persaman, tetapi sebetulnya insan itu punya sifat mengutamakan dirinya, alasannya ialah sifat insan suka melebihkan dirinya. Jika seseorang memperlakukan orang lain ibarat memperlakukan dirinya sendiri, maka ia merasa dirinya berada di bawah orang yang diperlakukannya demikian. Bukankah sesungguhnya insan itu bahagia haknya dipenuhi dan tidak dizhalimi? Sesungguhnya doktrin yang dikatakan paling tepat saat seseorang berlaku zhalim kepada orang lain atau ada hak orang lain pada dirinya, ia segera menginsafi perbuatannya sekalipun hal itu berat dilakukan.
Diriwayatkan bahwa Fudhail bin ‘Iyadz, berkata kepada Sufyan bin ‘Uyainah : “Jika anda menginginkan orang lain menjadi baik ibarat anda, mengapa anda tidak menasihati orang itu alasannya ialah Allah. Bagaimana lagi kalau anda menginginkan orang itu di bawah anda?” (tentunya anda tidak akan menasihatinya).
Sebagian ulama beropini : “Hadits ini mengandung makna bahwa seorang mukmin dengan mukmin lainnya laksana satu tubuh. Oleh alasannya ialah itu, ia harus menyayangi saudaranya sendiri sebagai tanda bahwa dua orang itu menyatu”.
Seperti tersebut pada Hadits lain :
“Orang-orang mukmin laksana satu tubuh, bila satu dari anggotanya sakit, maka seluruh badan turut mengeluh kesakitan dengan merasa demam dan tidak sanggup tidur malam hari”.
Post a Comment
Post a Comment