Report Abuse

Stats

Comment

Maha Menepati Janji

Post a Comment
Siang itu HP saya berbunyi. Mengalun sebuah lagu dari Peter Pan sebagai ringtone-nya ‘Tak Ada yang Abadi’. Sebuah nama tertulis di layar hp. Adik saya. Dan ia menyapa, ”Assalamu’alaikum.. Apa kabar Mas?”

Saya,”Wa’alaikum salam, Alhamdulillah kabar baik. Ada apa nih?”

“Begini Mas. Di tempatku kini sedang ada registrasi guru CPNS, rencananya saya mau ikut lagi. Kan tahun kemarin gagal to. Nah, kemarin itu saya ditawarin ama orang kepercayaannya Bupati kalau mau lewat jalurnya dia, dijamin niscaya diterima. Tapi beliau minta Rp 70.000.000,- dan saya hanya punya Rp 30.000.000,- mbok saya tolong dipinjami dulu Mas…”

Saat itu saya sedang tak mempunyai uang sebanyak itu. Makara saya tak bisa meminjaminya. Tapi biar terdengar lebih gagah sebagai abang yang dianggap ’sukses’, inilah tanggapan saya,”Begini Dik, bukannya saya gak mau minjemin uangnya. Tapi coba deh dipikir lagi, kalaupun contohnya nanti diterima jadi guru CPNS, sadarkah kalau honor yang akan kau terima setiap bulan selama jadi PNS itu haram? Karena tanamannya haram. Masa’ keluarga akan diberi hasil yang haram? Belum lagi kalau si A yang mau bawa bahkan Bupatinya diganti sebelum pengumuman, apa nggak hangus uangnya? Sebaiknya tidak usah lewat jalur itu, lewat jalur biasa aja.”

Adik saya,”Tapi kalo lewat jalur biasa mustahil diterima Mas. Teman-temanku yang ikut jalur khusus itu udah 4 orang, jaminan diterima. Aku kuatir nanti gak diterima lagi…”

Saya jawab,”Begini, ini ada jalan yang jauh lebih baik kalau mau diterima jadi guru. Berapa tadi bayarnya? Rp 70.000.000,- ya? Tempuhlah jalan yang halal dan jadikan upaya menggapai PNS sebagai riyadhah, ibadah untuk menggapai Ridho Allah. Sholat wajibnya benerin biar sempurna waktu, sholat tahajud dan dhuha-nya ditambah, puasa sunat Senin Kamis dikerjakan dan sedekahlah dengan sedekah terbaik. Daripada bayar Rp 70.000.000,- lebih baik sedekahin 10%nya saja. Sekitar Rp 7.000.000,- Dan berdoa ama Allah biar dimudahkan jalannya. Lalu cari belum dewasa yang tidak bisa bayar SPP, bayarin. Cari guru-guru yang ekonominya susah, bantulah. Cari belum dewasa yatim yang pengen sekolah, bayarin. Begitu.”

Pembicaraan berlanjut, tapi intinya: adik saya kesannya – sehabis saya yakinkan - bersedia mengikuti saran kakaknya.

Telepon ditutup dan sayapun melanjutkan acara saya di agen iklan yang saya dirikan bersama teman-teman.

Dan kurang lebih sebulan berlalu.

Siang itu telepon saya berdering. Dari adik saya.

“Mas, pengumuman CPNS-nya udah keluar. Aku gak diterima….”

Lalu terdengar isak tangis… Hening…..

“Teman-temanku yang membayar semuanya diterima ada 6 orang padahal formasinya waktu awal diumumkan hanya 4 orang. Dan mereka memang membayar Rp 70 - 100 juta/orang. Aku sudah jalanin semua saran Mas yang kemarin, tapi tetep gak diterimaaaa…”

Tangisnya meledak. Dan telepon pun terputus.

Saya terdiam. Memandang langit, seolah tidak percaya. Saya terkejut mendengar beliau sedikit protes: udah ibadah kok masih gak dikabul doanya? Amal sholeh yang dikerjakannya ternyata tak bisa menciptakan harapannya terkabul, gak berfaedah, tumpul tidak berguna. Sedekahnya ke panti asuhan, bayarin anak orang lain sekolah, ber-qurban dengan jumlah sekitar 7 juta rupiah seolah ‘menguap’. Hilang tak berbekas.

Tapi saya masih punya setitik keyakinan bahwa meyakini pemberian Allah itu mustahil salah. Dalam kegalauan hati saya, saya pun kirim sms padanya: Dijalani saja ujiannya dengan sabar. Sholatnya ditambah, sedekahnya ditambah, doanya ditambah. Lebih baik pake jalan lurus tapi tidak diterima PNS daripada diterima jadi PNS tapi diawali dengan dosa. Jalan benar biasanya tidak mudah. Tapi Allah tidak tidur, Allah akan berikan ganti yang lebih baik bila kita khusnudzon & istiqomah di jalan-Nya…

Dan sent.

Apakah sms saya ini hanya untuk menghibur hatinya yang gundah? Demi Allah, tidak! Sms ini yaitu sms jujur yang saya tulis dari dalam hati saya dan Insya Allah benar. Saya yakin itu. Seyakin-yakinnya. Lha, tapi kan sms itu tidak membuatnya jadi PNS? Jika kesannya nganggur, sms motivasi begitu mana ada manfaatnya?

Di ujung sana sambil membaca sms saya, adik saya mungkin berfikir: lhaaah, ini mah sama aja sama sarannya kemarin. Udah dijalanin semua ikhtiarnya ke Allah dengan sholat, puasa, sedekah tapi hasilnya nehi, nol, gak kabul. Ini udah tidak diterima jadi PNS masih harus nglanjutin lagi ikhtiarnya? Please deh… Malaikat aja kali yang bisa!

Tapi saya yakinnya begitu. Rejeki itu dari Allah, bukan dari pemerintah, makelar CPNS atau lainnya.

Coba bayangin. Jika kita masuk CPNS - dalam kasus ini lowongannya yaitu guru - dan lewat jalan tidak halal sebab menyuap, rejeki yang masuk tiap bulan sebagai honor kita kan gak halal, gak bersih. Bibitnya aja sudah gak higienis (suap). Lalu keluarga akan diberi makan dari rejeki itu, belum dewasa akan dipelihara dan dibesarkan dengan harta haram dan ketidakjujuran. Jika ia jadi guru, Untuk menegur murid yang menyontek saja, sudah tidak layak. Mana bisa beliau bilang ke murid-muridnya untuk menjadi generasi masa depan yang mulia. Dia jadi guru aja daftarnya dengan menyuap.

Keluarga yang rejekinya tidak higienis tidak akan diberikan Allah ketentraman, ketenangan, kebahagiaan. Bener bahwa beliau akan bisa kredit rumah, kredit kendaraan beroda empat dan jadi kaya. Tapi bila ketentraman tak ada di rumah itu: buat apa? Kalo Allah mau, rumah semahal apapun takkan bisa dinikmati penghuninya. Dengan cara mengusirnya dari rumah sendiri: harus mondok di rumah sakit sebab serangan jantung, dipenjara sebab korupsi atau sembunyi di goa-goa jadi buronan polisi.

Dan waktupun berlalu. Tak ada komunikasi lagi sehabis itu.

Dan sekitar dua ahad sehabis pengumuman ketidaklulusan itu, hp saya berdering, sebuah bunyi di ujung telpon dari adik saya menyapa,”Mas, lagi di Jogja atau di Jakarta? Aku mau minta tolong nih, boleh ngrepotin dicariin laptop gak ya. Suamiku butuh nih buat nulis-nulis, soale komputer satunya lagi agak ngadat.”

Saya jawab,”Laptop yang gimana kira-kira?”

Adik saya,”Yang manis lah, sekitar 5-6 jutaan gitu..”

Saya,”Tumben, biasanya suka cari yang murah. Lagi banyak duit?”

Adik saya,”Alhamdulillah kemarin suamiku sanggup rejeki dari saudaranya. Namanya tertulis di daftar waris Pakdenya dan suamiku menerima bagiannya.”

Saya,”Alhamdulillah…”

Adik saya,”70 juta rupiah, Mas..”

“Subhanallah!” keterkejutan saya beriring dengan syukur yang luar biasa.

Saya termangu sehabis itu dan menyadari bahwa dongeng ini bukan ditujukan untuk adik saya tapi buat saya. Rp 70.000.000,- itu yaitu akad Allah yang tertunaikan sehabis adik saya bederma Rp 7.000.000,-

Allah seolah memberikan kepada saya: Aku tak pernah mengingkari janji-Ku. Takkan pernah. Jikapun kau tidak yakin, jikapun kau tidak percaya, jikapun kau bingung, gundah gulana, cemas, khawatir: ikutilah jalan-Ku maka niscaya selamat.

( Oleh : Arief Budiman )

Related Posts

Post a Comment