Para jago fiqih Mesir telah bersepakat bahwa air laut, baik yang ditawarkan maupun yang masih orisinil asin, sanggup digunakan untuk bersuci dan mensucikan menyerupai halnya air biasa. Namun ada juga pendapat segolongan minoritas dan sangat jarang yang menyatakan bahwa tidak boleh berwudu dengan menggunakan air maritim dan walaupun boleh jikalau dalam keadaan darurat. Masih pendapat minoritas yang menyatakan bahwa tayamum pun boleh dilakukan walaupun dalam keadaan air tersedia.
Namun demikian para ulama setuju bahwa bersuci tidak akan sah kecuali dengan air selama air itu ada dan tidak ada alasan yang membolehkan tayamum. Bahkan Ibnu Abi Laili dan Imam Asham beropini bahwa boleh bersuci dengan semua bentuk zat cair, tentunya yang suci dari najis. Adapun najis tidak akan hilang sifat kenajisaanya kecuali dengan air, ini berdasarkan pendapat Imam Malik, Syafi'i dan Ahmad. Sedangkan Imam Abu Hanifah beropini bahwa najis sanggup hilang kenajisannya dengan segala bentuk zat cair yang suci.
Air Musyammas
Hukum menggunakan air musyammas ialah makruh berdasarkan pendapat mazhab Syafi'i, sedangkan berdasarkan 3 imam lainnya, air musyammas tidak makruh untuk dipakai. Sedangkan air yang dipanaskan sengaja melalui kompor misalnya, telah disepakati tidak makruh digunakan bersuci, kecuali hanya Imam Ahmad sendiri yang memakruhkannya.
Air Musta'mal
Air musta'mal yakni air bekas bersuci yang wajib, maka aturan air tersebut masih suci tapi tidak mensucikan, artinya tidak sanggup digunakan lagi untuk bersuci. Demikian telah disepakati oleh mazhab Abu Hanifah, mazhab Syafi'i dan Imam Ahmad. Sedangkan berdasarkan Imam Malik, air musta'mal sanggup digunakan untuk bersuci. Bahkan ada golongan lain pendapat Abi Yusuf yang menajiskan air musta'mal.
Untuk air kembang dan air bersifat cuka, para ulama telah setuju bahwa air tersebut tidak sanggup digunakan untuk bersuci.
Sedangkan air yang warnanya berubah alasannya ialah tercampuri za'faran dan semacamnya dari zat-zat yang masih suci namun perubahannya sangat banyak, maka air tersebut tidak sanggup digunakan untuk bersuci, ini pendapat Imam Malik, Syafi'i dan Ahmad. Sedangkan Abu Hanifah membolehkannya menggunakan air tersebut. Adapun air yang berubah alasannya ialah usang disimpan, mereka setuju sanggup digunakan untuk bersuci, walaupun ada sebagian minoritas yakni dari Ibnu Sirin yang tidak memperbolehkannya.
Adapun pemakaian air zamzam untuk bersuci dan mandi, berdasarkan Imam Ahmad hukumnya makruh.
Post a Comment
Post a Comment