Materi ini pertama kali disampaikan dalam ceramah takziah Minang Saiyo Kab. Aceh Tengah di Lorong II Tetunjung
Firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 1 hingga 5
Firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 1 hingga 5
Alim Lam Mim. Kitab Al Alquran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab Al Alquran yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang tetap menerima petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (al-Baqarah ayat 1-5)
Kelompok di awal surat al-Baqarah ini menginformasikan kepada perihal adanya hidayah al-Qur’an bagi orang yang bertakwa. Siapa orang bertakwa yang disebutkan al-Qur’an akan menerima hidayah atau petunjuk dari al-Qur’an itu?
Melalui goresan pena ini saya mencoba menjelaskan siapa yang dimaksud oleh Allah dengan orang yang akan menerima petunjuk al-Qur’an. Hal ini diinformasikan oleh ayat ketiga hingga ayat kelima surat al-Baqarah di atas. Pertama, orang yang beriman dengan hal yang ghaib. Kedua, orang yang mendirikan shalat. Ketiga, orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang telah diterimanya dari Allah. Keempat, orang yang beriman akan keberadaan kitab suci yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad dan kitab suci yang diturunkan sebelum beliau. Kelima, orang-orang yang beriman dengan adanya alam abadi dengan segala paketnya.
Ayat di atas diawali dengan pernyataan bahwa al-Qur’an ialah kitab yang tidak dikeragui kebenarannya. Benar tidak hanya dari segi asalnya, tapi juga benar dalam arti isi yang dikandungnya. Isi dan keberadaannya dijamin benar alasannya ialah ia berasal dari Zat yang Maha Benar. Dalam terminologi Ulumul Qur’an disebut dengan istilah qathiyulwurud dan qathiyuddilalah.
Penghujung ayat kedua ini menyebutkan bahwa al-Qur’an—yang tidak lagi dikeragui keberadaannya—ini berfungsi sebagai petunjuk. Bagi siapa petunjuk itu? Bagi orang bertakwa tentunya. Mengapa pada ayat ini dikatakan bahwa petunjuk al-Qur’an disebutkan bagi orang yang bertakwa? Sementara pada surat al-Baqarah ayat 185 Allah katakan bahwa al-Qur’an itu menjadi petunjuk bagi semua umat manusia, tanpa dipilah dan dipilih manusianya yang mana? Syahru Ramadhanalladzi unzila fihilqur’an. Hudan linnasi wa bayyinatin minal huda wal furqan.
Menurut Hamka, benar bahwa al-Qur’an sebagai petunjuk bagi semua manusia, baik insan yang beriman, maupun insan yang tidak beriman. Benar juga isu ayat kedua surat al-Baqarah ini yang menyatakan bahwa al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang yang beriman. Lebih lanjut Hamka memakai analogi bahwa petunjuk al-Qur’an bagi orang yang bertakwa diibaratkan dengan jalan tol atau jalan bebas hambatan. Sementara bagi orang lain yang tidak beriman, tetap ia akan beroleh petunjuk al-Qur’an tapi terkadang melalui jalan yang berliku atau jalan yang penuh rintangan dan hambatan.
Pertanyaan berikutnya siapa yang dimaksud dengan orang yang beriman yang berhak menerima petunjuk Allah melalui al-Qur’an layaknya orang yang menempuh jalan tol?
Jawaban pertanyaan itu ditemukan pada ayat ketiga hingga ayat keempat. Pada pangkal ayat ketiga disebutkan bahwa orang bertakwa—yang berhak menerima petunjuk Allah—itu ialah orang yang beriman dengan hal yang ghaib. Yang ghaib ialah yang tak sanggup ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak sanggup ditangkap oleh pancaindera, alasannya ialah ada dalil yang menawarkan kepada adanya, mirip adanya makhluk berupa malaikat, jin, adanya hari alam abadi dan sebagainya. Termasuk dalam kategori kepercayaan kepada yang ghaib ialah kepercayaan kepada Allah. Bahkan inilah pangkal dari semua keimanan. Jika keimanan kepada Allah sudah tertanam dalam diri setiap insan dan bahkan ia berdiri dengan kokohnya, maka keimanan dengan rukun kepercayaan yang lain yang dituntut oleh Allah sanggup dengan gampang dipenuhi. Sebaliknya, tanpa adanya kepercayaan kepada Allah yang terpatri berpengaruh pada setiap pribadi, maka mustahil akan beriman dengan rukun kepercayaan yang lain.
Itulah golongan pertama yang akan menerima petunjuk Allah. Sekarang bawakan ke diri kita. Apakah kita sudah cukup beriman kepada Allah? Atau keimanan kita kurang dari cukup? Apakah kita hanya menyampaikan kepercayaan itu di lisan kita, sementara ia tidak berasal dari hati terdalam kita? Allah pernah informasikan kepada kita dalam al-Qur’an perihal orang arab pada masa Nabi SAW yang menyampaikan mereka telah beriman, namun kepercayaan itu hanya sekedar di lisan saja.
قَالَتِ الْأَعْرَابُ ءَامَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(14)
14. Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman." Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', alasannya ialah kepercayaan itu belum masuk ke dalam hatimu; dan kalau kau taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sebenarnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. al-Hujurat/49:14)
Jika kepercayaan itu sudah ada dalam hati kita, apakah sudah diwujudkan dalam bentuk perbuatan? Sebagai rujukan terkait perintah menutup aurat saja. Betapa banyak di antara kita yang sudah tahu dan sadar bahwa menutup aurat itu wajib. Tapi masih ada di antara kita yang tidak dengan sungguh-sungguh menutupi auratnya. Jika kepercayaan sudah tertancap berpengaruh dalam diri setiap mukmin, maka ia tentunya akan melaksanakan perintah menutup aurat alasannya ialah imannya, bukan alasannya ialah mode, trend, alasan kesehatan dan alasan lain di luar alasan keimanan.
Contoh lain dalam berusaha mencari nafkah yang halal. Jika kepercayaan sudah terpatri dengan kokoh dalam diri kita, maka tidak ada alasan bagi kita untuk melaksanakan penyimpangan-penyimpangan dalam mendapatkan harta dengan cara menipu, merampok, melaksanakan transaksi dengan cara riba, mencuri, korupsi dan cara tidak halal lainnya.
Golongan kedua yang Allah sebutkan akan mendapatkan petunjuk al-Qur’an ialah orang yang mendirikan shalat. Dalam hal ini, pertanyaan yang sama juga kita olok-olokan sebagaimana pertanyaan sebelumnya. Bagaimana mungkin seseorang yang tidak shalat berkata “kapan saya sanggup petunjuk?” sementara dia sendiri tidak melaksanakan shalat.
Apa kaitannya shalat dengan peluang menerima petunjuk al-Qur’an?
Shalat ialah satu di antara bentuk ibadah ritual seorang hamba dengan Tuhannya. Ibadah ritual yang dilakukan seorang hamba ialah bentuk ketundukan dan kepatuhannya kepada Khalik Sang Pencipta. Bagaimana mungkin petunjuk itu akan masuk kepada insan kalau manusianya dalam keadaan tidak menyediakan ruang dan daerah dalam dirinya untuk mendapatkan petunjuk itu. Maka dalam hal ini shalat dan ibadah ritual lainnya ialah penyedia ruang bagi diri kita untuk mendapatkan petunjuk.
Golongan ketiga yang akan beroleh petunjuk al-Qur’an ialah orang-orang yang menginfakkan sebagian rezeki yang diperolehnya. Rezeki yang kita peroleh semuanya diberikan oleh Allah. Sebagian dari rezeki itu dimintakan kepada kita untuk diinfakkan di jalan Allah. Infak dalam segala bentuknya baik yang wajib, berupa zakat dan infak bagi keluarga , maupun yang sunnat berupa sedekah, wakaf, hadiah dan infak sunnat lainnya.
Pertanyaan yang sama juga kita olok-olokan dalam kaitannya dengan petunjuk al-Qur’an adalah, apa hubungan antara sedekah infak dengan petunjuk?
Melalui ibadah infak, Allah mengajarkan hamba satu di antara bentuk ibadah yang tidak hanya kaitannya secara vertikal kepada Allah, tapi juga punya implikasi horizontal sesama makhluk dengan cara berbagi. Berbagi ialah bentuk training pengendalian diri manusia. Dengan menyebarkan Allah sedang menunjuk-ajari hamba-Nya untuk menyadari bahwa harta yang dikala ini ada pada insan bukan sepenuhnya miliknya. Melalui ibadah menyebarkan Allah juga sedang memberi tahu insan bahwa ada Sesuatu yang akan membalas perbuatan manusia. Sesuatu itu Maha Tidak Terbatas, alasannya ialah Ia-lah yang telah mengkaruniakan harta kepada manusia.
Golongan keempat yang disebutkan akan beroleh petunjuk dalam lanjutan ayat di atas ialah orang-orang yang beriman dengan kitab suci yang telah Allah turunkan kepada Nabi Muhammad, yaitu al-Qur’an, dan kitab suci lain yang telah Allah wahyukan kepada nabi-nabinya sebelum Nabi Muahmmad.
Bagaimana caranya insan beroleh petunjuk Allah melalui keimanan dan keyakinan kepada adanya kitab suci ini? jawaban sederhanaya ialah dengan cara berinteraksi dengan kitab suci itu. Sudahkah seorang hamba berkomunikasi dan berinteraksi dengan kitab suci ini? Seberapa jauh interaksi hamba dengan kitab suci itu? Ataukah alasannya ialah kelirunya pemahaman insan dengan kata suci, sehingga saking sucinya tidak ada yang berani menyentuhnya sehingga sudah berdebu tersimpan di dalam lemari.
Interaksi yang dimaksud berupa membaca, mempelajari isi dan kandungannya. Dalam sejarah disampaikan bagaimana Umar bin Khatab menerima hidayah untuk mendapatkan Islam alasannya ialah mendengan bacaan al-Qur’an yang dilantunkan oleh adiknya. Sebelum mendapatkan kebenaran Islam, Umar termasuk salah seorang yang tidak senang adanya keyakinan gres yang dibawa oleh Muhammad alasannya ialah bertentangan dengan tradisi nenek moyang mereka yang dipegang teguh oleh masyarakat suku Quraisy saaat itu. Kemarahan Umar memuncak ketika ia tahu bahwa adiknya ternyata juga ikut dengan pedoman yang ditentangnya itu. Maka umar sendiri pergi menemui adiknya yang pada dikala itu sedang membaca al-Qur’an. Singkat cerita, umar yang awalnya ingin mencegah adiknya dari agama gres yang dibawa Muhammad, justru malah ikut beriman dengan agama gres ini. artinya, melalui kejadian itu Umar menerima hidayah.Untuk insan sekelas Umar sanggup mendapatkan petunjuk sehingga beriman melalui bacaan al-Qur’an.
Bagi kita yang sudah mengaku muslim tentunya sudah sanggup dan biasa membaca al-Qur’an. Tahap selanjutnya ialah dengan mempelajari isi dan kandungan al-Qur’an. Melalui kitab suci Al-Qur’an Allah memberikan risalah yang berisi ajaran, pedoman, panduan, tuntunan dan penunjuk jalan bagi insan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Golongan kelima yang Allah berikan petunjuk melalui al-Qur’an ialah orang-orang yang beriman dengan adanya alam abadi dengan segala paketnya. Iman akan adanya final dari kehidupan alam semesta. Akhirat dalam pengertian sederhana biasa dipahami dengan kiyamat. kiyamat biasa dipahami oleh ulama dengan dua pengertian yaitu, pertama, final dari kehidupan, kedua dibangkitkannya kembali insan untuk kehidupan kedua yang abadi dan tidak akan berakhir.
Kiyamat dalam pengertian hancur leburnya alam semesta beserta isinya dan berakhirlah kehidupan semua makhluk memang belum terjadi. Tapi kiyamat dalam pengertian yang kecil yaitu berkahirnya kehidupan insan sudah positif terjadi pada setiap langsung yang biasa kita sebut dengan kematian.
Melalui keyakinan akan adanya final dari kehidupan kita, maka kita sedang mempersiapkan diri kita untuk menerima petunjuk. Kematian sebagai bentuk final dari kehidupan paling tidak mengajari insan bahwa hidupnya tidak abadi selamanya. Melalui kepercayaan akan adanya kiyamat seorang hamba diajari bahwa kehidupan di dunia ini akan berakhir. Melalui kepercayaan akan adanya hari berbangkit, kita diajarkan bahwa hidup di dunia ini ternyata akan dilanjutkan dengan hidup pada kehidupan lain yang kekal. Kita juga diajarkan melalui kepercayaan kepada hari pembalasan bahwa ada jawaban perbuatan kita yang kita lakukan selama hidup di dunia. Jika baik perbuatanya, maka baik juga balasannya. Sebaliknya, kalau jelek amalannya maka jelek juga balasannya.
Dari lima sikap orang bertakwa di atas, kalau dikelompokkan secara garis besar paling tidak ada dua hal yaitu keimanan dan amal shaleh. Iman berupa berupa keyakina kepada yang ghaib—termasuk Allah, malaikat—kitab dan kiamat. Amal shaleh berupa ibadah ritual shalat dan ibadah sosial berupa beramal sebagai bentuk kepedulian dengan sesama. Itulah petunjuk jalan lurus yang diberikan Allah melalui al-Qur’an. Beruntunglah kita yang mau mengikuti jalan lurus ini. sehingga dalam ujung ayat juga ditegaskan kembali oleh ayat ini dengan menyampaikan ”Mereka itulah yang tetap menerima petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung” sebagaimana kembali dikuatkan oleh penghujung kelompok ayat ini pada ayat kelimanya.
Demikianlah biar bermanfaat bagi kita semua, termasuk bagi saya yang menyampaikan. Atas kesalahan dan kekhilafan saya mohon ampun kepada Allah dan mohon maaf kepada pembaca semua.
Post a Comment
Post a Comment