Report Abuse

Stats

Comment

Arbain Nawawi Dan Terjemahnya Ke 38 Ihwal Keutamaan Mengerjakan Sunnah

Post a Comment
Arbain Nawawi dan Terjemahnya Ke 38 Tentang Keutamaan Mengerjakan Sunnah

الحديث السابع والثلاثون
عن ابن عباس – رضي الله عنه – عن رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يريه عن ربه تبارك و تعالى قال - إن الله كتب الحسنات و السيئات ثم بين ذلك : فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة و إن هم بها فعملها كتبها الله عنده عشر حسنات إلى سبعمائة ضعف إلى أضعاف كثيرة ، و إن هم بسيئة فلم يعملها كتبها الله عنده حسنة كاملة ، وإن هم بها فعملها كتبها الله سيئة واحدة- رواه البخاري و مسلم في صحيحيهما بهذه الحروف

Terjemahan:

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anh, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam “Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman : ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka sebenarnya Aku menyatakan perang terhadapnya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (perbuatan) yang Aku sukai menyerupai bila ia melaksanakan yang fardhu yang Aku perintahkan kepadanya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk memegang, sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya dan bila ia memohon perlindungan, niscaya akan Aku berikan kepadanya."

[Bukhari no. 6502]
 maka sebenarnya Aku menyatakan perang terhadapnya Arbain Nawawi dan Terjemahnya Ke 38 Tentang Keutamaan Mengerjakan Sunnah

Penjelasan:
Pengarang Kitab Al-Ifshah berkata : “Hadits ini mengandung pengertian bahwa Allah memberikan bahaya kepada setiap orang yang memusuhi wali-Nya. Allah mengumumkan bahwa Dia-lah yang memerangi orang yang menjadi wali-Nya. Wali Allah yaitu orang yang mengikuti syari’at-Nya, oleh lantaran itu hendaklah insan takut untuk berbuat menyakiti hati wali-wali Allah. Memusuhi disini berarti mengakibatkan wali Allah sebagai musuh, yaitu memusuhi seseorang lantaran ia menjadi wali Alloh. Adapun bila terjadi perselisihan antara wali Alloh lantaran memperebutkan hak, maka hal semacam ini tidak termasuk dalam makna memusuhi yang dimaksud dalam hadits ini, lantaran pernah terjadi perselisihan antara Abu Bakar dan Umar, Abbas dan Ali dan banyak lagi sahabat yang lain, padahal mereka semua ialah wali-wali Alloh”

Kalimat, “Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (perbuatan) yang Aku sukai menyerupai bila ia melaksanakan yang fardhu yang Aku perintahkan kepadanya” menyatakan bahwa yang sunnah tidak boleh didahulukan dari yang wajib. Suatu perbuatan sunnah mestinya dilakukan apabila yang wajib sudah dilakukan, dan tidak disebut menjalankan yang sunnah sebelum yang wajib dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh kalimat, “Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah hingga Aku mencintainya” yaitu lantaran ia bertaqorrub dengan amalan yang sunnah yang mengiringi amalan yang wajib. Bila seorang hamba selalu , mendekatkan diri dengan amalan yang sunnah, maka hal itu akan menjadikannya orang yang dicintai Alloh.

Kemudian kalimat, “Jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk memegang, sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan” Hal ini merupakan tanda kecintaan Alloh terhadap orang yang dicintai-Nya, maksudnya orang itu tidak akan mau mendengar hal-hal yang dihentikan oleh syari’at, tidak mau melihat hal-hal yang tidak dibenarkan oleh syari’at, tidak mau mengulurkan tangannya memegang sesuatu yang tidak dibenarkan oleh syari’at dan tidak mau melangkahkan kakinya kecuali hanya kepada hal-hal yang dibenarkan oleh syari’at. Inilah pokok permasalahannya.
Akan tetapi, seringkali saat seseorang menyebut nama Alloh hingga disebut sebagai hebat dzikir, hingga ia tidak mau mendengar perkataan orang yang berbicara dengannya, kemudian orang yang bukan hebat dzikir berusaha mendekat kepada orang yang hebat dzikir ini, lantaran ingin menjadikannya sebagai perantara, biar Alloh mendengarkan permohonan mereka. Begitu pula dengan mubashirot (orang yang merasa dirinya bisa melihat Alloh), mutanawilat (orang yang merasa dirinya bisa menjangkau Alloh) dan mas’aa ilaih (orang yang merasa dirinya telah melangkah menuju Alloh) Semuanya itu ialah sifat yang mulia. Kita memohon kepada Alloh semoga kita termasuk kedalam golongan (yang dicintai Alloh) ini.

Kalimat, “Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya dan bila ia memohon perlindungan, niscaya akan Aku berikan kepadanya” memperlihatkan bahwa seseorang yang telah menjadi golongan yang dicintai Alloh, maka permohonan kepada Alloh tidak akan terintangi dan Alloh akan memperlihatkan derma kepadanya dari siapa saja yang menakutinya. Alloh Maha Kuasa untuk memperlihatkan sesuatu kepadanya sebelum ia memintanya dan memberi derma sebelum ia memohon. Akan tetapi Alloh senantiasa mendekat kepada hamba-Nya dengan memberi sesuatu kepada orang-orang yang meminta dan melindungi orang-orang yang meminta perlindungan.

Kalimat pada awal hadits, “maka sebenarnya Aku menyatakan perang terhadapnya” maksudnya Aku menyatakan kepada orang yang menyerupai itu bahwa ia telah memerangi Aku. Wallahu a’lam.

Related Posts

Post a Comment