Report Abuse

Stats

Comment

Keutamaan Tawakkal

Post a Comment
Assalamu’alaikum
Pada kesempatan ini penulis hendak menghadirkan goresan pena perihal keutamaan tawakkal lengkap dengan dalil-dalinya, Al-quran, Al-hadits dan pendapat-pendapat ulama. Sebenarnya goresan pena ini penulis kutip dari goresan pena Ibnu Qudamah. Mudah-mudahan goresan pena ini bermanfaat bagi kita semua, Amiin.
Allah berfirman,
"Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-oang Mukmin bertawakal". (Ali Imran: 122)
"Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan mencukupkan (keperluan)nya". (Ath-Thalaq: 33)
Di dalam hadits diriwayatkan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebutkan bahwa di antara umatnya ada tujuh puluh ribu orang yang masuk nirwana tanpa hisab. Kemudian dia bersabda,
"Yaitu mereka yang tidak membual, tidak mencuri, tidak membuat ramalan yang buruk-buruk dan kepada Rabb mereka bertawakal". (Diriwayatkan Al-Bukhary dan Muslim)
Dari Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Andaikan kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, pasti Dia kan menganugerahkan rezki kepada kalian sebagaimana Dia menganugerahkan rezki kepada burung, yang pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, kemudian kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang." *)
Diantara doa yang dibaca Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah:
"Ya Allah, bergotong-royong saya memohon taufik kepada-Mu untuk mencintai-Mu daripada amal-amal, kebenaran tawakal dan baik sangka kepada-Mu". (Hadits mursal, diriwayatkan Abu Nu'aim)
Tawakal harus didasarkan kepada tauhid. Adapun tauhid itu ada beberapa tingkatan. Diantaranya:
  1. Hati harus membenarkan wahdaniyah, yang kemudian diterjemahkan lewat kata-kata la ilaha illallahu wahdahu la syarika lahu lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir. Jika dia membenarkan lafazh ini, namun tidak mengetahui dalilnya, berarti itu merupakan keyakinan orang awam.
  2. Hamba melihat banyak sekali macam benda yang berbeda-beda, kemudian melihatnya berasal dari satu sumber. Ini kedudukan orang-orang yang taqarab.
  3. Hamba melihat dari mata hatinya bahwa tidak ada yang sanggup berbuat kecuali Allah dan dia tidak memandang kepada selain Allah. Kepada-Nya dia takut dan kepada-Nya pula dia berharap serta bertawakal. Karena pada hakekatnya Allahlah satu-satunya yang sanggup berbuat. Dengan kemahasucian-Nya semua tunduk kepada-Nya. Dia tidak mengandalkan hujan supaya tanaman sanggup tumbuh, tidak mengandalkan kepada mendung supaya hujan turun, tidak mengandalkan kepada angin untuk menjalankan perahu. Bersandar kepada semua ini merupakan ketidaktahuan terhadap hakekat segala urusan. Siapa yang sanggup menyibak banyak sekali hakikat tentu akan mengetahui bahwa angin tidak berhembus dengan sendirinya. Angin itu harus ada yang mengerakkannya. Seseorang yang melihat angin sebagai penyelamat, serupa dengan orang yang ditangkap untuk dipenggal lehernya. Lalu sehabis dilaporkan kepada raja, ternyata raja mengeluarkan lembaran catatan yang isinya memaafkan kesalahannya. Lalu dia banyak bercerita perihal goresan pena dalam catatan itu, bukan melihat kepada siapa yang menggerakkan pulpen dan menuliskan catatan itu. Tentu saja ini suatu kebodohan. Siapa yang tahu bahwa pulpen tidak mempunyai kekuasaan hukum, tentu dia kan berterimakasih kepada orang-orang yang telah memakai pulpen itu, bukan kepada pulpennya. Semua makhluk di dalam kekuasaan Khaliq, lebih kasatmata daripada sekedar pulpen di tangan orang yang menggunakannya. Allahlah yang membuat segala alasannya yakni dan berkuasa untuk berbuat apa pun berdasarkan kehendak-Nya.
Footnote:
*) Hadits tersebut di takhrij oleh Imam Ahmad (1/30), At-Tirmidzi (2/55), Al-Hakim (4/318) dari Hayah bin Syuraih: "Telah bercerita kepadaku Bakar bin 'Amer, bahwa dia mendengar Abdullah bin Hubairah, yang menyampaikan bahwa Ibnu Hubairah mendengar Abu Tamim Al-Jisyani memberitahukan bahwa ia mendengar Umar bin Al-Khatab ra yang mengatakan: "Sesungguhnya dia telah mendengar Nabi saw bersabda: (lalu menyebutkan hadits di atas). Selanjutnya Imam At-Tirmidzi berkata: "Hadits ini ber-sanad shahih dan hasan." Sedangkan Imam Al-Hakim berkomentar : "Hadits tersebut shahih dipandang dari segi sanad-nya." Pernyataan senada juga ditegaskan oleh Adz-Dzahabi. Al-Albani berkomentar: Sebenarnya hadits di atas yakni shahih sesuai syarat Imam Muslim. Karena perawi-perawinya adalah perawi yang digunakan oleh Asy-Syaikhain, kecuali Ibnu Hubairah dan Abu Hatim, kedua perawi yang final ini yakni perawi Iman Muslim. Hadits di atas juga mempunyai hadits mutabi' riwayat Ibnu Luhai'ah dari Ibnu Hubairah. Hadits di atas juga di-takhrij Imam Ahmad (1/52) dan Ibnu Majah (hadits no. 4164). Menurut Ibnu Majah, dia menerima hadits tersebut dari riwayat Abdullah bin Wahab, yang juga ber-sanad shahih. (Syaikh Muhammad Nashiruddin A-Albani, "Silsilah Hadits Shahih" jilid 2, Pustaka Mantiq, 1996, Hal: 132-133)
Dikutip dari: Al-Imam Asy-Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah Al-Maqdisy, "Muhtashor Minhajul Qoshidin, Edisi Indonesia: Minhajul Qashidhin Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk", penerjemah: Kathur Suhardi, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, 1997, hal. 423-431

Related Posts

Post a Comment