Terjemah dan Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 14 Tentang Larangan Zina, Membunuh dan Murtad
الحديث الرابع عشر
ابن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " لا يحل دمُ امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله إلا بإحدى ثلاث : الثيب الزاني , والنفس بالنفس , والتارك لدينه المفارق للجماعة
Terjemahan:
Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ‘Tidak halal darah seorang muslim kecuali Karena salah satu di antara tiga kasus : orang yang telah kawin berzina, jiwa dengan jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya yaitu merusak jama’ah’ “.
[Bukhari no. 6878, Muslim no. 1676]
Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ‘Tidak halal darah seorang muslim kecuali Karena salah satu di antara tiga kasus : orang yang telah kawin berzina, jiwa dengan jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya yaitu merusak jama’ah’ “.
[Bukhari no. 6878, Muslim no. 1676]
Penjelasan:
Pada beberapa riwayat disebutkan :
“Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan tolong-menolong saya yaitu rasul Allah, kecuali alasannya salah satu dari tiga hal”.
Kalimat “telah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan tolong-menolong saya yaitu rasul Allah” merupakan klarifikasi dari kata “muslim”. Kalimat “yang merusak jama’ah” yaitu klarifikasi dari kata “yang meninggalkan agamanya”.
Ketiga golongan ini darahnya dihalalkan menurut nash. Yang dimaksud dengan “jama’ah” yaitu kaum muslim dan yang dimaksud dengan “merusak jama’ah” yaitu keluar dari agama. Inilah yang mengakibatkan darahnya dihalalkan.
Kalimat “yang meninggalkan agamanya yaitu merusak jama’ah” yaitu kalimat umum yang meliputi setiap orang yang keluar dari agama Islam dalam bentuk apapun, maka ia wajib dibunuh kalau tidak mau kembali kepada Islam.
Para ulama berkata : “Kalimat tersebut juga meliputi setiap orang yang menyimpang dari kaum muslim dengan berbuat bid’ah, merusak, atau lainnya”. Wallahu a‘lam.
Secara tersurat, kalimat yang umum tersebut dikhususkan kepada orang yang melaksanakan penyerangan atau semacamnya terhadap kaum muslim, maka untuk mengatasi gangguannya itu beliau boleh dibunuh, alasannya perbuatan semacam itu termasuk kategori merusak kaum muslim. Juga yang dimaksud oleh Hadits di atas ialah seorang muslim dilarang dengan sengaja dibunuh terkecuali alasannya beliau melaksanakan salah satu dari tiga hal di atas.
Sebagian ulama menimbulkan Hadits ini sebagai dalil bahwa orang yang meninggalkan shalat boleh dibunuh, alasannya perbuatannya itu termasuk salah satu dari tiga perbuatan di atas. Dalam dilema ini para ulama berbeda pendapat, sebagian menyatakannya kafir dan sebagian lagi menyatakan tidak kafir. Pendapat yang menyatakan kafir berdalil dengan Hadits lain yaitu sabda Rasululah Shalallahu ‘alaihi wasallam : “Aku diperintahkan untuk memerangi insan hingga mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan tolong-menolong saya yaitu rasul Allah, mereka melaksanakan shalat dan mengeluarkan zakat”.
Maksud dari dalil ini ialah bahwa pemberian itu diberikan kepada orang yang mengucapakan syahadat, melaksanakan shalat dan mengeluarkan zakat secara utuh dan meninggalkan salah satunya berarti membatalkannya. Pemahaman ibarat ini berlaku kalau dalil diatas di pegang secara harfiah, yaitu kalimat “aku diperintah untuk memerangi manusia….” Dipahami bahwa perintah memerangi ini berlaku bagi semua yang melanggar apa yang disebutkan. Pemahaman ibarat ini dianggap lemah Karena tidak membedakan antara memerangi dan membunuh, sedangkan memerangi berarti tindakan dua pihak yang saling membunuh. Kewajiban memerangi orang yang meninggalkan shalat tidak dengan sendirinya menyatakan kewajiban membunuh selama orang itu tidak memerangi kita. Wallaahu a’lam.
Kalimat “orang yang telah kawin berzina” meliputi pria dan perempuan. Hadits ini menjadi dasar komitmen kaum muslim bahwa orang yang berzina semacam itu dirajam dengan syarat-syarat yang dijelaskan dalam kitab fiqih.
Kalimat “jiwa dengan jiwa” sejalan dengan firman Allah: “Dan Kami telah menetapkan mereka di dalam Taurat bahwa jiwa dengan jiwa”. (QS. Al Maidah : 45)
Yaitu berlaku sepadan antara orang-orang yang sama-sama Islam atau sama-sama merdeka. Hal ini menurut sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam : “Seorang muslim tidak dibunuh alasannya membunuh seorang kafir”.
Begitu juga syarat merdeka, berlaku sebagaimana pendapat Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad. Akan tetapi, para pengikut jago ra’yu (Imam Abu Hanifah) beropini seorang muslim dieksekusi bunuh alasannya membunuh kafir dzimmi dan orang merdeka dibunuh alasannya membunuh budak, dan mereka berdalil dengan Hadits ini juga. Akan tetapi kebanyakan ulama berbeda dengan pendapat tersebut.
“Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan tolong-menolong saya yaitu rasul Allah, kecuali alasannya salah satu dari tiga hal”.
Kalimat “telah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah dan tolong-menolong saya yaitu rasul Allah” merupakan klarifikasi dari kata “muslim”. Kalimat “yang merusak jama’ah” yaitu klarifikasi dari kata “yang meninggalkan agamanya”.
Ketiga golongan ini darahnya dihalalkan menurut nash. Yang dimaksud dengan “jama’ah” yaitu kaum muslim dan yang dimaksud dengan “merusak jama’ah” yaitu keluar dari agama. Inilah yang mengakibatkan darahnya dihalalkan.
Kalimat “yang meninggalkan agamanya yaitu merusak jama’ah” yaitu kalimat umum yang meliputi setiap orang yang keluar dari agama Islam dalam bentuk apapun, maka ia wajib dibunuh kalau tidak mau kembali kepada Islam.
Para ulama berkata : “Kalimat tersebut juga meliputi setiap orang yang menyimpang dari kaum muslim dengan berbuat bid’ah, merusak, atau lainnya”. Wallahu a‘lam.
Secara tersurat, kalimat yang umum tersebut dikhususkan kepada orang yang melaksanakan penyerangan atau semacamnya terhadap kaum muslim, maka untuk mengatasi gangguannya itu beliau boleh dibunuh, alasannya perbuatan semacam itu termasuk kategori merusak kaum muslim. Juga yang dimaksud oleh Hadits di atas ialah seorang muslim dilarang dengan sengaja dibunuh terkecuali alasannya beliau melaksanakan salah satu dari tiga hal di atas.
Sebagian ulama menimbulkan Hadits ini sebagai dalil bahwa orang yang meninggalkan shalat boleh dibunuh, alasannya perbuatannya itu termasuk salah satu dari tiga perbuatan di atas. Dalam dilema ini para ulama berbeda pendapat, sebagian menyatakannya kafir dan sebagian lagi menyatakan tidak kafir. Pendapat yang menyatakan kafir berdalil dengan Hadits lain yaitu sabda Rasululah Shalallahu ‘alaihi wasallam : “Aku diperintahkan untuk memerangi insan hingga mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan tolong-menolong saya yaitu rasul Allah, mereka melaksanakan shalat dan mengeluarkan zakat”.
Maksud dari dalil ini ialah bahwa pemberian itu diberikan kepada orang yang mengucapakan syahadat, melaksanakan shalat dan mengeluarkan zakat secara utuh dan meninggalkan salah satunya berarti membatalkannya. Pemahaman ibarat ini berlaku kalau dalil diatas di pegang secara harfiah, yaitu kalimat “aku diperintah untuk memerangi manusia….” Dipahami bahwa perintah memerangi ini berlaku bagi semua yang melanggar apa yang disebutkan. Pemahaman ibarat ini dianggap lemah Karena tidak membedakan antara memerangi dan membunuh, sedangkan memerangi berarti tindakan dua pihak yang saling membunuh. Kewajiban memerangi orang yang meninggalkan shalat tidak dengan sendirinya menyatakan kewajiban membunuh selama orang itu tidak memerangi kita. Wallaahu a’lam.
Kalimat “orang yang telah kawin berzina” meliputi pria dan perempuan. Hadits ini menjadi dasar komitmen kaum muslim bahwa orang yang berzina semacam itu dirajam dengan syarat-syarat yang dijelaskan dalam kitab fiqih.
Kalimat “jiwa dengan jiwa” sejalan dengan firman Allah: “Dan Kami telah menetapkan mereka di dalam Taurat bahwa jiwa dengan jiwa”. (QS. Al Maidah : 45)
Yaitu berlaku sepadan antara orang-orang yang sama-sama Islam atau sama-sama merdeka. Hal ini menurut sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam : “Seorang muslim tidak dibunuh alasannya membunuh seorang kafir”.
Begitu juga syarat merdeka, berlaku sebagaimana pendapat Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad. Akan tetapi, para pengikut jago ra’yu (Imam Abu Hanifah) beropini seorang muslim dieksekusi bunuh alasannya membunuh kafir dzimmi dan orang merdeka dibunuh alasannya membunuh budak, dan mereka berdalil dengan Hadits ini juga. Akan tetapi kebanyakan ulama berbeda dengan pendapat tersebut.
Post a Comment
Post a Comment