Report Abuse

Stats

Comment

Kisah Ashabul Kahfi Yang Tertidur Dalam Goa

Post a Comment
Dengan kekuasaan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menidurkan sekelompok perjaka yang berlindung di sebuah gua selama 309 tahun. Apa hikmah di balik ini semua?


Ashhabul Kahfi yakni para perjaka yang diberi taufik dan wangsit oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mereka beriman dan mengenal Rabb mereka. Mereka mengingkari keyakinan yang dianut oleh masyarakat mereka yang menyembah berhala. Mereka hidup di tengah-tengah bangsanya dan tetap menampakkan keimanan mereka ketika berkumpul sesama mereka, sekaligus lantaran khawatir akan gangguan masyarakatnya. 
Mereka mengatakan:
رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُوْنِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطا
 “Rabb kami yakni Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak akan menyeru Rabb selain Dia, sesungguhnya kami jika demikian telah mengucapkan perkataan yang jauh.” (Al-Kahfi:14)

Yakni, apabila kami berdoa kepada selain Dia, berarti kami telah mengucapkan suatu شَطَطًا (perkataan yang jauh), yaitu perkataan palsu, dusta, dan dzalim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan perkataan mereka selanjutnya:
هَؤُلاَءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُوْنِهِ آلِهَةً لَوْلاَ يَأْتُوْنَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا
“Kaum kami ini telah mengambil sesembahan-sesembahan selain Dia. Mereka tidak mengajukan alasan yang terang (tentang keyakinan mereka?) Siapakah yng lebih dzalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (Al-Kahfi: 15) 

Ketika mereka setuju terhadap masalah ini, mereka sadar, tidak mungkin menampakkannya kepada kaumnya. Mereka berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semoga memudahkan urusan mereka:
رَبَّنَاآتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“Wahai Rabb kami, berilah kami rahmat dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami.” (Al-Kahfi: 10)

Mereka pun menyelamatkan diri ke sebuah gua yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala mudahkan bagi mereka. Gua itu cukup luas dengan pintu menghadap ke utara sehingga sinar matahari tidak eksklusif masuk ke dalamnya. Kemudian mereka tertidur dengan dukungan dan pegawasan dari Allah selama 309 tahun. Allah Subhanahu wa Ta’ala buatkan atas mereka pagar berupa rasa takut meskipun mereka sangat akrab dengan kota daerah mereka tinggal. Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang menjaga mereka selama di dalam gua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِيْنِ وَذَاتَ الشِّمَالِ
 “Dan Kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (Al-Kahfi: 18)
Demikianlah semoga jasad mereka tidak dirusak oleh tanah. Setelah tertidur sekian ratus tahun lamanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala membangunkan mereka لِيَتَسَاءَلُوا (agar mereka saling bertanya), dan supaya mereka pada kesudahannya mengetahui hakekat yang sebenarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِْينَةِ
“Berkatalah salah seorang dari mereka: ‘Sudah berapa usang kalian menetap (di sini)?’ Mereka menjawab: ‘Kita tinggal di sini sehari atau setengah hari.’ Yang lain berkata pula: ‘Rabb kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kalian pergi ke kota membawa uang perakmu ini’.” (Al-Kahfi: 19)

Di dalam kisah ini terdapat gejala kekuasaan Allah yang nyata. Di antaranya:
  1. Walaupun menakjubkan, kisah para penghuni gua ini bukanlah ayat Allah yang paling ajaib. Karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki ayat-ayat yang menakjubkan yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi mereka yang mau memerhatikannya.
  2. Sesungguhnya siapa saja yang berlindung kepada Allah, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala melindunginya dan lembut kepadanya, serta menjadikannya sebagai lantaran orang-orang yang sesat menerima hidayah (petunjuk). Di sini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah bersikap lembut terhadap mereka dalam tidur yang panjang ini, untuk menyelamatkan iman dan badan mereka dari fitnah dan pembunuhan masyarakat mereka. Allah menjadikan tidur ini sebagai pecahan dari ayat-ayat (tanda kekuasaan)-Nya yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah dan berlimpahnya kebaikan-Nya. Juga semoga hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa komitmen Allah itu yakni suatu kebenaran.
  3. Anjuran untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat sekaligus mencarinya. Karena sesungguhnya Allah mengutus mereka yakni untuk hal itu. Dengan pembahasan yang mereka lakukan dan pengetahuan insan wacana keadaan mereka, akan menghasilkan bukti dan ilmu atau keyakinan bahwa komitmen Allah yakni benar, dan bahwa hari final zaman yang pasti terjadi bukanlah suatu hal yang perlu disangsikan.
  4. Adab kesopanan bagi mereka yang mengalami kesamaran atau ketidakjelasan akan suatu masalah ilmu yakni hendaklah mengembalikannya kepada yang mengetahuinya. Dan hendaknya beliau berhenti dalam masalah yang beliau ketahui.
  5. Sahnya menunjuk wakil dalam jual beli, dan sah pula kerjasama dalam masalah ini. Karena adanya dalil dari ucapan mereka dalam ayat:
    فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِيْنَة
    “Maka suruhlah salah seorang di antara kau pergi ke kota membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19)
  6. Boleh memakan masakan yang baik dan menentukan masakan yang disenangi atau sesuai selera, selama tidak berbuat israf (boros atau berlebihan) yang terlarang, menurut dalil:
    فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ
    “Hendaklah beliau lihat manakah masakan yang lebih baik, maka hendaklah beliau membawa masakan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19)
  7. Melalui kisah ini kita dianjurkan untuk berhati-hati dan mengasingkan diri atau menjauhi tempat-tempat yang sanggup mengakibatkan fitnah dalam agama. Dan hendaknya seseorang menyimpan diam-diam sehingga sanggup menjauhkannya dari suatu kejahatan.
  8. Diterangkan dalam kisah ini betapa besar kecintaan para perjaka yang beriman itu terhadap fatwa agama mereka. Dan bagaimana mereka hingga melarikan diri, meninggalkan negeri mereka demi menyelamatkan diri dari segenap fitnah yang akan menimpa agama mereka, untuk kembali pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  9. Disebutkan dalam kisah ini betapa luasnya jawaban jelek dari kemudaratan dan kerusakan yang menumbuhkan kebencian dan upaya meninggalkannya. Dan sesungguhnya jalan ini yakni jalan yang ditempuh kaum mukminin.
  10. Bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
    قَالَ الَّذِيْنَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا
    “Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: ‘Sungguh kami tentu akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atas mereka’.” (Al-Kahfi: 21)
    Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa masyarakat di mana mereka hidup (setelah berdiri dari tidur panjang) yakni orang-orang yang mengerti agama. Hal ini diketahui lantaran mereka sangat menghormati para perjaka itu sehingga sangat berkeinginan membangun rumah ibadah di atas gua mereka. Dan walaupun ini tidak boleh –terutama dalam syariat agama kita– tetapi tujuan diceritakannya hal ini yakni sebagai keterangan bahwa rasa takut yang begitu besar yang dirasakan oleh para perjaka tersebut akan fitnah yang mengancam keimanannya, serta masuknya mereka ke dalam gua telah Allah Subhanahu wa Ta’ala gantikan setelah itu dengan keamanan dan penghormatan yang luar biasa dari manusia. Dan ini yakni ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang yang menempuh suatu kesulitan lantaran Allah, di mana Dia jadikan baginya final perjalanan yang sangat terpuji.
  11. Pembahasan yang berbelit-belit dan tidak bermanfaat yakni suatu hal yang tidak pantas untuk ditekuni, menurut firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
    فَلاَ تُمَارِ فِيْهِمْ إلاَّ مِرَاءً ظَاهِرًا
    “Karena itu janganlah kau (Muhammad) bertengkar wacana keadaan mereka, kecuali pertengkaran lahir saja.” (Al-Kahfi: 22)
  12. Faedah lain dari kisah ini sebenarnya bertanya kepada yang tidak berilmu wacana suatu masalah atau kepada orang yang tidak sanggup dipercaya, yakni perbuatan yang dilarang. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan:
    وَلاَ تَسْتَفْتِ فِيْهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا
    “Dan jangan pula bertanya mengenai mereka (para perjaka itu) kepada salah seorang di antara mereka itu.” (Al-Kahfi: 22)
Wallahu a’lam.
(Sumber : Taisirul Lathifil Mannan karya Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu )

Catatan : Ketika salah seorang dari 7 perjaka itu terbangun dan mencicipi lapar, kemudian segera menghampiri pasar untuk membeli makanan. Pedagang dipasar kebingungan ketika mendapatkan uangnya. Karena sudah tidak berlaku lagi dan ketika itu Raja yang berkuasa juga sudah memeluk agama Islam.

Related Posts

Post a Comment