Sahabat yang semoga selalu dalam lindungan Allah -ta'ala-. Kisah atau dongeng dalam bahasa Arab disebut qishshah ( قِصَّةُ جـ قَصَصٌ ), adapun dongeng disebut hikayah ( حِكَايَةُ جـ حِكَايَاتٌ ).
Dahulu saat masih mencar ilmu di pesantren, ada satu mata pelajaran yang dikhususkan untuk melatih kecakapan membaca ( مَهَارَةُ القِرَاءَةِ ), yaitu pelajaran Muthala'ah. Materinya berisi mulai dari dongeng pendek hingga yang panjang, tentunya dengan tema yang berbeda-beda.
Santri ingin dibiasakan untuk membaca goresan pena bahasa Arab, mendapat suplemen mufradat, dan di sisi lain santri sanggup mendapat hiburan dengan cerita-cerita tersebut. Tidak hanya hiburan saja, ada banyak pesan tersirat yang sanggup diambil dari kisah-kisah tersebut.
Di bawah ini, ada 6 dongeng pendek dalam bahasa Arab yang saya ambil sebuah situs, Mawdoo3.com. Selamat membaca.
1# Cerita Pendek Terbaik
،شَكَا رَجُلٌ إِلَى طِبِيْبٍ وَجَعاً فِي بَطْنِهِ فَقَالَ الطَّبِيْبُ: مَا الَّذِي أَكَلْتَ؟ ،قَالَ: أَكَلْت رَغِيْفاً مُحْتَرِقًا ،فَدَعَا الطَّبِيْبُ بِكُحْلٍ لُيُكَحِّلَ المَرِيْض فَقَالَ المَرِيْضُ: إِنَّمَا أَشْتَكِي وَجَعاً فِي بَطْنِي لَا فِي عَيْنِي قَالَ الطَّبِيْبُ: قَدْ عَرَفْتُ، وَلَكِنْ أُكَحِّلُك !لِتُبْصِرَالمُحْتَرِقَ، فَلَا تَأْكُلْهُ |
---|
Seorang laki-laki mengeluhkan rasa nyeri di perutnya kepada dokter. Dokter bertanya, "Apa yang telah kau makan?" Pasien menjawab, "Aku makan roti gosong." Lalu dokter minta diambilkan celak untuk mencelaki si pasien. Sontak pasien berkata,"Aku mengeluhkan nyeri di perutku, bukan di mataku." Dokter pun menimpali, "Iya, saya sudah tahu. Aku mencelakimu biar kau sanggup melihat sesuatu yang gosong, jangan dimakan!". |
---|
Mufradat:
|
---|
2# Juha dan Pengemis
ْكَانَ جُحَا فِي الطَّابَقِ العُلْوِيِّ مِنْ مَنْزِلِهِ، فَطَرَقَ بَابَهُ أَحَدُ الأَشْخَاصِ، فَأَطَلَّ مِن َالشُّبَّاكِ فَرَأَى رَجُلًا، فَقَالَ: مَاذَا تُرِيْدُ؟ قَالَ: اِنْزِلْ إِلَى أَسْفَلَ لِأُكَلِّمُكَ، فَنَزَلَ جُحَا، فَقَال الرَّجُلُ: أَنَا فَقِيْرُ الحَالِ، وَأُرِيْدُ حَسَنَةً يَا سَيِّدِي، فَاغْتَاظَ جُحَا مِنْهُ، وَلَكِنَّهُ كَتَمَ غَيْظَهُ، ِوَقَالَ لَهُ: اِتْبَعْنِي. صَعِدَ جُحَا إِلَى أَعْلَى البَيْتَ وَالرَّجُلُ يَتْبَعُهُ، فَلَمَّا وَصَلَا إِلَى الطَّابَق العُلْوِيِّ، اِلْتَفَتَ جُحَا إِلَى السَّائِلِ، وَقَالَ لَهُ: اللهُ يُعْطِيْكَ، فَأَجَابَهُ الفَقِيْرُ: وِلِمَاذَا لَمْ تَقُل لِي ذَلِكَ وَنَحْنُ فِي الأَسْفَلِ؟ فَقَالَ جُحَا: وَأَنْتَ لِمَاذَا أَنْزَلْتَنِي، وَلَمْ تَقُلْ لِي وَأَنَا فَوْق مَا طَلَبُكَ؟ |
---|
Saat Juha sedang berada di lantai atas rumahnya, ada orang mengetuk pintu. Ia melihat seorang pria, dan berkata, "Apa yang kau inginkan?" Pria itu menjawab, "Turunlah ke bawah, supaya saya sanggup berbicara pribadi denganmu." Setelah Juha turun, laki-laki itu berkata, "Aku yakni orang fakir, dan berharap kebaikanmu." Mendengar itu Juha marah, tapi ia menyembunyikannya, kemudian berkata kepadanya, "Ikutilah aku!" Juha pun naik dan laki-laki tersebut mengikuti. Ketika hingga di lantai atas, Juha menoleh ke pengemis dan berkata, "Semoga Allah memberimu." Si fakir menjawab, "Mengapa kau tidak mengatakannya kepadaku saat kita masih berada di bawah?" Juha membalas, "Dan kamu, mengapa menyuruhku turun dan tidak menyampaikan apa hajatmu saat saya masih di atas?" |
---|
3# Gandhi dan Sepatu
يُحْكَى أَنَّ غَانْدِي كَانَ يَجْرِي بِسُرْعَةٍ لِيَلْحَقَ بِالقِطَارِ، وَقَدْ بَدَأَ القِطَارُ بِالسَّيْرِ، وَلَدَى صُعُوْدِهِ عَلَى مَتْنِ القِطَارِ سَقَطَتْ مِنْ قَدَمِهِ إِحْدَى فَرْدَتَي حِذَائِهِ، فَمَا كَانَ مِنْهُ إِلَّا أَن خَلَعَ الفَرْدَةَ الثَّانِيَةَ، وِبِسُرْعَةٍ رَمَاهَا بِجِوَارِالفَرْدَةِ الأَوْلَى عَلَى سِكَّةِ القِطَارِ، فَتَعَجَّب أَصْدِقَاؤُهُ وَسَأَلُوْهُ: مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا فَعَلْتَ؟ وَلِمَاذَا رَمَيْتَ فَرْدَةَ الحِذَاءِ الأُخْرَى؟ فَقَالَ غَانْدِي الحَكِيْمُ: أَحْبَبْتُ لِلْفَقِيْرِ الَّذِي يَجِدُ الحِذَاءَ أَنْ يَجِدَ فَرْدَتَيْنِ، فَيَسْتَطِيْع الاِنْتِفَاعَ بِهِمِا، فَلَوْ وَجَدَ فَرْدَةً وَاحِدَةً فَلَنْ تُفِيْدَهُ، وَلَنْ أَسْتَفِيْدَ أَنَا مِنْهَا أَيْضاً |
---|
Alkisah, Gandhi berlari mengejar kereta yang sudah beranjak meninggalkan stasiun. Saat menaiki kereta, salah satu sepatunya terjatuh. Ia segera melepas sepatu yang sebelah dan melemparkannya ke akrab sepatu yang jatuh terlebih dahulu. Teman-temannya heran dan bertanya, "Apa motifasimu melaksanakan hal tersebut? Mengapa kau melemparkan sepatu yang sebelah?" Gandhi yang bijak menjawab, "Aku ingin seorang fakir yang menemukannya mendapat sepasang sepatu biar ia sanggup menggunakannya. Bila ia hanya menamukan sebelah, itu tak bermanfaat baginya, begitu pula saya yang hanya mempunyai satu sepatu saja." |
---|
Rekomendasi: |
---|
4# Si Pendengki dan Si Pelit
وَقَفَ حَسُوْدٌ وَبَخِيْلٌ بَيْنَ يَدَي أَحَدِ المُلُوْكِ، فَقَالَ لَهُمَا: تَمَنَّيَا مِنِّي مَا تُرِيْدَانِ، فَإِنِّي سَأُعْطِي الثَّانِي ضِعْفَ مَا يَطْلُبُهُ الأَوَّلُ. فَصَارَ أَحَدُهُمَا يَقُوْلُ لِلآخَرِ أَنْتَ أَوَّلاً، فَتَشَاجَرَا طَوِيْلاً، وَكَانَ كُلٌّ مِنْهُمَا يَخْشَى أَنْ يَتَمَنَّى أَوَّلاً، لِئَلَّا يُصِيْبُ الآخَرُ ضِعْفَ مَا يُصِيْبُهُ، فَقَالَ المَلِكُ: إِنْ لَمْ تَفْعَلَا مَا آمُرُكُمَا قَطَعْتُ رَأْسَيْكُمَا. فَقَالَ الحَسُوْدُ: يَا مَوْلَايَ اِقْلَعْ إِحْدَى عَيْنَيَّ |
---|
Si Pendengki dan Si Pelit bangun di hadapan seorang raja. Raja berkata, "Berangan-anganlah apa yang kalian inginkan, saya akan memberi orang kedua dua kali lipat dari yang diminta orang pertama." Kedua-duanya saling berkata, "Kamu duluan... kau duluan!" Mereka pun bertikai lama. Masing-masing khawatir berangan-angan lebih dahulu, jangan hingga yang kedua mendapat dua kali lipat dari apa yang ia dapatkan. Lalu raja berkata, "Jika kalian tidak melaksanakan apa yang kuperintahkan, saya akan memenggal kepala kalian berdua." Akhirnya berkatalah Si Pendengki, "Wahai tuanku, congkellah salah satu mataku!" |
---|
Mufradat:
|
---|
5# Raja dan Sendal
يُحْكَى أَنَّ مَلِكًا كَانَ يَحْكُمُ دَوْلَةً وَاسِعَةً جِدًّا Dikisahkan ada seorang raja yang menguasai sebuah negeri yang sangat luas... وَأَرَادَ هَذَا المَلِكُ يَوْمًا مَا القِيَامَ بِرِحْلَةٍ بَرِّيَّةٍ طَوِيْلَةٍ Suatu hari sang raja ingin melaksanakan perjalanan darat yang panjang... وَخِلَالَ عَوْدَتِهِ وَجَدَ أَنَّ أَقْدَامَهُ تَوَرَّمَتْ بِسَبَبِ المَشْيِ فِي الطُّرُقِ الوَعِرَةِ Dan selama perjalanan pulang ia mendapati kedua telapak kakinya bengkak, disebabkan jalanan yang terjal... فَأَصْدَرَ مَرْسُوْمًا يَقْضِي بِتَغْطِيَةِ كُلَّ شَوِارِعِ مَدِيْنَتِهِ بِالجِلْدِ Lalu ia mengeluarkan keputusan yang berisi perintah untuk memperlihatkan ganjal setiap jalan-jalan yang ada di kota dengan kulit... وَلَكِنَّ أَحَدَ مُسْتَشَارِيْهِ أَشَارَ عَلَيْهِ بِرَأْيٍ أَفْضَلَ Akan tetapi salah satu penasehatnya memperlihatkan pendapat lebih baik... وَهُوَ عَمَلُ قِطْعَةِ جِلْدٍ صَغِيْرَةٍ تَحَتَ قَدَمَيِ المَلِكِ فَقَطْ Yaitu meletakkan sepotong kulit di bawah kedua telapak kaki raja saja... فَكَانَتْ هَذِهِ بِدَايَةَ نَعْلِ الأَحْذِيَةِ Dan ini yakni awal mula penggunaan sendal dan sepatu... |
---|
6# Ahli Nahwu dan Pelaut
رَكِبَ نَحْوِيٌّ سَفِيْنَةً فَقَالَ لِلمَلَّاحِ : أَتَعْرِفُ النَّحْوَ ؟ Seorang andal Nahwu menaiki sebuah kapal, ia berkata kepada seorang pelaut: “Apakah kau mengerti Nahwu?” . قَالَ : لَا Ia menjawab, “Tidak.” . قَالَ : ذَهَبَ نِصْفُ عُمْرِكَ Ahli Nahwu menimpali, “Separuh hidupmu melayang.” فَهَاجَتْ الرِّيْحُ وَاضْطَرَبَتْ السَّفِيْنَةُ فَقَالَ الـمَلَّاحُ : أَتَعْرِفُ السِّبَاحَةَ ؟ Tidak usang sehabis itu angin ribut bergejolak dan kapal bergoyang, kemudian si Pelaut berkata kepada andal Nahwu, “Apakah kau sanggup berenang?” . قَالَ : لَا Ia menjawab, “Tidak.” . قَالَ : ذَهَبَ كُلُّ عُمْرِكَ Si Pelaut menimpali, “Seluruh hidupmu telah melayang.” |
---|
Baca juga cerita-cerita lainnya di sini: |
---|
Post a Comment
Post a Comment