Report Abuse

Stats

Comment

Sedekah Meringankan Takdir

Post a Comment
 Sedekah Meringankan takdir

Sedekah Meringankan takdir
 “Good morning, Pak Gland, what’d happened with your neck?” sapaku pada Bosku yang pagi itu tiba dengan kondisi berbalut penyangga leher; yang disambut Bosku dengan dongeng panjang lebar penyebab balutan dilehernya, bagaimana ketika liburan simpulan ahad disuatu tempat pariwisata, ternyata motor yang ditumpangi bersama rekannya, terpelanting ditikungan dan terseret di jalanan berpasir dan jawaban bencana itu, salah urat pada leher membuatnya sulit untuk digerakkan dan harus dirawat dua hari dirumah sakit tempatnya berlibur.

Saat ia bercerita, saya teringat anak kami yang sedang melanjutkan kuliahnya didaerah yang sama, yang juga mengendarai motor sebagai alat transportasinya; yah, hanya do’a kami sebagai orang bau tanah yang selalu kami panjatkan kepada Alloh SWT biar anak kami selalu selamat dalam lindunganNya dan dijauhi dari segala musibah.

Jam-jam sibuk hari itupun berlalu, sambil beranjak pulang saya lantunkan dalam hati do’a-do’a kepada Alloh, mohon perlindunganNya; do’a itu berlanjut ketika bus yang kutumpangi dari arah belakang bergerak lambat, beriringan dengan kendaraan lainnya, alasannya ialah jam yang sama, semua orang berpacu menuju ketempat tinggal masing-masing.

Walau bus penuh penumpang, Alhamdulillah, Alloh berikan saya rizki tempat duduk untuk melepas lelah; ketika itu posisi dudukku berada di gugusan belakang, maka dengan leluasa saya sanggup melihat apa yang terjadi di depanku; Diantara penumpang yang kuperhatikan, ada dua anak yang terlihat menyerupai kakak-beradik bangkit tidak jauh dari tempatku duduk; si adik dengan posisi jongkok tampaknya sedang menahan rasa sakit diperutnya, sedangkan sang abang bangkit disebelahnya seolah tidak begitu peduli dengan kondisi si adik.

Sekian menit bus berjalan, saya perhatikan kondisi si adik semakin meringis,pucat, menahan sakit; menciptakan hati ini tergugah, maka dengan tidak mempedulikan reaksi penumpang lain, saya bertanya “Adik sakit perut ya?”.. ternyata menjawab si abang “iya tuh Bu, mules, masuk angin barangkali”..

Tanpa berfikir panjang, dengan cepat saya cari uang duapuluh ribuan yang sudah saya bayangkan dan niatkan untuk saya berikan pada mereka semenjak tadi, lantas saya ulurkan pada si abang “kalau nanti sampai, sanggup tolong belikan obat masuk angin dan masakan untuk adikmu”, sang abang dengan sigap mengiyakan.

Setibanya bus diterminal, dengan tergesa-gesa semua penumpang berhamburan keluar, begitu juga dengan kedua kakak-beradik tersebut; kuperhatikan dari jauh bagaimana si adik eksklusif menuju ke wc umum, sedang si abang ke arah pedagang; sedangkan aku, melanjutkan langkahku mencari kendaraan umum yang akan membawaku menuju rumah; ketika itu jam menawarkan pukul 16.30, dan entah mengapa, ketika berada dalam kendaraan tersebut, tiba-tiba airmata ini bercucuran tanpa sanggup dicegah, ketika itu, terbayang bawah umur kami –yang sepertinya- usianya tidak jauh berbeda dengan abang beradik yang saya temui tadi; bedanya anak bungsuku dirumah, sedang sang abang jauh di daerah.

Akhirnya, alhamdulillah, sampailah saya dirumah, dengan mengucap salam, saya masuki rumah, kupeluk si bungsu, kemudian kulanjutkan dengan aktifitasku sebagai ibu rumah tangga. Selang beberapa menit sebelum adzan maghrib, telpon rumahku berdering, saya fikir, mungkin dari suamiku yang akan minta izin akan pulang sesudah sholat maghrib di kantornya; ternyata dari seberang sana terdengar bunyi tersendat-sendat “Bunda,…a..a.. aku.. ba..ru..ja..tuh..dari motor…ta..pi..ga’..papa..koq’..” wah!...itu bunyi si sulung,anak kami, merintih menyerupai menahan sakit; dengan paniknya saya menjawab..”Mas, bagaimana kondisinya, dimana jatuhnya.., apa yang sakit, nak”…dg perlahan anakku menjawab “Bunda.. ga’ usah panik, saya sudah ditolong temanku dibawa ke dokter, alhamdulillah ..Cuma mata kakiku yang lecet, motorku terpeleset ditikungan jalan yang banyak pasirnya”…
Subhanalloh…
Silih berganti terbayang dibenakku, bagaimana bencana yang menimpa bosku dengan kondisi yang sama dan terbayang juga kondisi abang beradik di bus sore ini..

Airmata ini berurai tak terbendung…cepat-cepat saya tanyakan “jam berapa kejadiannya, anakku?”…”kira2 jam 17.30-an tadi, Bun” ujar anakku..

MasyaAlloh, dengan selisih perbedaan waktu setempat, ternyata takdir anakku jatuh dari motor berlaku di jam yang sama dengan linangan airmata ibunya dikendaraan umum tadi.
Subhanalloh..

Dengan penuh kasih sayang seorang ibu, saya besarkan hatinya untuk selalu tegar dan menyuruhnya istirahat, minum obat, sambil mengingatkannya untuk selalu erat dan berkomunikasi kepada Alloh dengan menjalankan segala perintahNya, do’a orang bau tanah akan selalu mengiringi..”

Malam itu, sesudah semua bencana dan hubungannya dengan sedekah yang diberikan dengan ketulusan hati membuahkan lebih ringannya jawaban dari petaka yang Alloh takdirkan pada anak kami, saya ceritakan kepada suami dan si bungsu; dengan bantu-membantu kami panjatkan do’a syukur kepada Alloh alasannya ialah hanya dengan rahmat Alloh SWT anak kami Alhamdulillah sehat, selamat.

Related Posts

Post a Comment