Report Abuse

Stats

Comment

Persiapan Malam Lailatul Qadar

Post a Comment



Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang menyampaikan bahwa malam lailatul qadr yaitu malam kemuliaan. Ada pula yang menyampaikan bahwa lailatul qadar yaitu malam yang penuh sesak alasannya yaitu dikala itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang menyampaikan bahwa malam tersebut yaitu malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang menyampaikan bahwa lailatul qadar dinamakan demikian alasannya yaitu pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.[1] Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini yaitu benar.
Keutamaan Lailatul Qadar
Pertama, lailatul qadar yaitu malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ , فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sebetulnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini yaitu malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ , تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ , سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga.[2] Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan hingga terbitnya waktu fajar.[3]
Kedua, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”[4] Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya beropini bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan yaitu shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.[5]
Ketiga, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapat pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar alasannya yaitu iktikad dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah kemudian akan diampuni.”[6]
Kapan Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.”[7]
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.”[8]
Lalu kapan tanggal niscaya lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam duduk perkara ini. Namun pendapat yang paling berpengaruh dari banyak sekali pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh ia yaitu lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun[9]. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan pesan tersirat Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”[10] Para ulama menyampaikan bahwa pesan tersirat Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal niscaya terjadinya lailatul qadar yaitu supaya orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jikalau lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.[11]
Do’a di Malam Qadar
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jikalau saya mengetahui suatu malam yaitu lailatul qadar. Apa yang saya katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sebetulnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai undangan maaf, maafkanlah aku).”[12]
Tanda Malam Qadar
Pertama, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
“Lailatul qadar yaitu malam yang penuh fasilitas dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.”[13]
Kedua, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga insan mencicipi ketenangan tersebut dan mencicipi kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
Ketiga, insan sanggup melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
Keempat, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.
Malam itu yaitu malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot. [14][15]
Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Lailatul qadar yaitu malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.”[16]
Oleh alasannya yaitu itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih ulet beribadah dikala itu dengan dasar iktikad dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia sanggup mencontoh Nabinya yang ulet ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan ia di waktu yang lainnya.”[17]
Seharusnya setiap muslim sanggup memperbanyak ibadahnya dikala itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melaksanakan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), ia mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri ia dari berjima’[18]), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.”[19]
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat bahagia jikalau memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan ulet ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jikalau mereka mampu.[20]
Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar yaitu menghidupkan dominan malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, maka ia berarti telah dinilai menghidupkan malam tersebut”.[21] Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an.[22] Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar menurut hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar alasannya yaitu iktikad dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah kemudian akan diampuni.[23]
Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Juwaibir pernah menyampaikan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan perempuan nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapat bab dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapat bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapat bab malam tersebut.”[24]
Dari riwayat ini menyampaikan bahwa perempuan haidh, nifas dan musafir tetap bisa mendapat bab lailatul qadar. Namun alasannya yaitu perempuan haidh dan nifas dihentikan melaksanakan shalat dikala kondisi ibarat itu, maka dia boleh melaksanakan amalan ketaatan lainnya. Yang sanggup perempuan haidh lakukan dikala itu adalah,
  1. Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf.[25]
  2. Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya.
  3. Memperbanyak istighfar.
  4. Memperbanyak do’a.[26]   
sumber : http://rumaysho.com

Related Posts

Post a Comment